Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo menginstruksikan kepada jajaran Kabinet Kerja untuk bersama menanggulangi kemiskinan di pedesaan melalui percepatan reforma agraria.
Dalam rapat terbatas mengenai reforma agraria di Kantor Presiden, Rabu (24/8/2016), Presiden mengungkapkan sebagian besar petani di desa adalah buruh tani yang tidak memiliki lahan dan petani gurem yang hanya memiliki lahan kurang dari 0,3 hektare per orang.
Kedua kategori petani itu disebut Presiden sebagai golongan yang paling rentan terhadap kenaikan harga bahan pangan. "Dua kategori petani ini mempunyai tingkat pendapatan yang sangat rendah," tuturnya.
Oleh karena itu, untuk mengatasi persoalan tersebut, Presiden Joko Widodo menyerukan percepatan reforma agraria. Reformasi agraria, lanjut Presiden, perlu untuk menciptakan terwujudnya keadilan dalam penguasaan tanah serta penggunaan dan pemanfaatan tanah dan sumber daya alam.
"Reforma agraria juga harus bisa menjadi cara baru menyelesaikan sengketa-sengketa agraria antara masyarakat dengan perusahaan dan antara masyarakat dengan pemerintah. Saya minta kementerian dan lembaga yang terkait melakukan langkah-langkah percepatan implementasi reforma agraria," tegasnya.
Untuk itu, dia memerintahkan jajarannya untuk segera menuntaskan kebijakan peta tunggal (one map policy), sinkronisasi sistem hukum agraria, dan penataan sektor pertanahan melalui legalisasi sertifikat aset merupakan beberapa di antaranya.
Terkait dengan legalisasi sertifikat aset bagi masyarakat kurang mampu, Presiden meminta agar proses tersebut dipercepat. "Jangan sampai terjadi seperti sebelum-sebelumnya bahwa rakyat kecil kalau mengurus sertifikat butuh bertahun-tahun lamanya, tetapi yang besar-besar hanya satu sampai tiga hari," kata Kepala Negara.
Lebih lanjut, Presiden menginstruksikan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil untuk mengadakan program sertifikasi tanah bagi masyarakat pedesaan secara besar-besaran. Presiden menargetkan sebanyak 5 juta sertifikat dikeluarkan per tahunnya.
"Fokus saja pada 1-3 provinsi, tetapi setiap tahun kita akan tambah sehingga paling tidak kita bisa keluarkan lima juta sertifikat per tahun. Itu sudah lompatan yang sangat besar," tekannya.
Namun demikian, Presiden juga memahami bahwa sampai dengan saat ini, pemerintah masih kekurangan sejumlah aparat, salah satunya adalah juru ukur, untuk mendukung program tersebut. Presiden pun mengharapkan terobosan dari Menteri Agraria dan Tata Ruang untuk mengatasi masalah tersebut.
"Saya kira terobosan dari Menteri BPN akan segera dilakukan sehingga pekerjaan-pekerjaan lapangan bisa diselesaikan dengan baik," katanya.