Bisnis.com, PALEMBANG – Komisi Indonesia Sustainable Palm Oil atau ISPO menyatakan siap bersinergi dengan Roundtable on Sustainable Palm Oil atau RSPO melalui mekanisme joint audit.
Ketua Sekretariat Komisi ISPO Hendradjat Natawijaya mengatakan dengan adanya joint audit itu maka bisa terjadi penghematan waktu dan biaya bagi perusahaan maupun petani sawit untuk mendapat sertifikasi sawit berkelanjutan.
“Joint audit itu memungkinkan untuk terjadi pada aspek yang sama, tapi memang perlu duduk bersama untuk menentukan petunjuk atau manual supaya bisa dilakukan,” paparnya di sela-sela acara penganugerahan sertifikasi RSPO binaan Wilmar Grup di Palembang, Selasa (23/8/2016).
Hendradjat mengatakan memang terdapat sejumlah kemiripan aspek sustainability yang diaudit dalam proses sertifikasi ISPO dan RSPO. Dia mencontohkan salah satu aspek menyangkut legalitas, aspek lingkungan dan aspek sosial yang harus dipenuhi perusahaan.
Menurut dia, langkah sinergitas melalui join audit semakin terang setelah adanya penandatanganan MoU dengan salah satu perusahaan sawit. Perjanjian itu terkait studi bersama mengenai perbedaan dan persamaan ISPO-RSPO.
Dalam kesempatan yang sama, dia mengemukakan, saat ini sudah ada 184 perusahaan sawit yang meraih sertifikat ISPO. Luasan total lahan sawit dari 184 perusahaan itu mencapai 1,3 juta ha dengan produksi CPO sebanyak 6,2 juta ton.
Dia melanjutkan terdapat 700 perusahaan sampai 800 perusahaan yang belum mengajukan ISPO meskipun sudah memenuhi persyaratan sertifikasi. “Pengajuan sertifikasi ISPO itu tidak bisa ujug-ujug kalau kebunnya masih acak-acakan ya belum memenuhi persyaratan,” katanya.
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumsel, Hary Hartanto, mengatakan belum semua perusahaan sawit di Sumsel mendapat sertifikat ISPO. “Masih ada sebagian yang belum ada sertifikat ISPO karena mengurus sertifikasi itu tidak mudah, banyak syarat yang harus dipenuhi,” ujarnya.