Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi menjadi 4,9%-5,3% dari yang sebelumnya 5%-5,4%.
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan ada tiga faktor utama yang membuat BI tidak seoptimis sebelumnya.
Faktor pertama adalah indikasi dari penyesuaian fiskal yang dilakukan pemerintah dengan memotong belanja sebesar Rp133,8 triliun. Kendati demikian, BI memandang hal itu diperlukan untuk mendukung kinerja perekonomian.
Faktor kedua, BI memandang proyeksi perekonomian dunia yang juga menurun terutama setelah Inggris melakukan referendum keluar dari Uni Eropa dan ekonomi Amerika Serikat yang tidak sekuat yang diperkirakan.
“Termasuk pertumbuhan ekonomi China yang memang kecendurangannya tidak akan tinggi,” katanya, pada konferensi pers di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Jumat malam (18/8/2016).
BI memandang keseluruhan tahun ini perekonomian dunia hanya berada di level 3,1%, sementara tahun depan tumbuh sedikit menjadi 3,2% dari perkiraan sebelumnya 3,3%-3,4%.
Faktor ketiga yang dipandang bank sentral cukup berpengaruh pada penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi terkait kekuatan permintaan domestik khusunya investasi swasta yang masih memerlukan waktu untuk pemulihan.
Deputi Gubernur BI Hendar mengatakan pada ekonomi domestik, pencapaian pertumbuhan ekonomi kuartal II/2016 sebesar 5,18 masih didorong oleh wilayah Sumatra dan Jawa. Sementara, wilayaj lain seperti Kalimantan dan kawasan Timur Indonesia belum menunjukkan pertumbuhan yang kuat.
Kalimantan Timur, misalnya, masih tergerus oleh rendahnya harga komoditas batubara sehingga pertumbuhan ekonominya negatif 1,3% dan Papua yang tumbuh negatif 5,9% karena tergantung pada produksi oleh PT Freeport.
“Itu yang membuat kita proyeksikan tidak seoptimis perkiraan sebelumnya,” ucapnya.