Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat masih menunggu hasil kajian masterplan dari Bappenas untuk melanjutkan pembangunan proyek NCICD.
Staf Khusus Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Bidang Air dan Sumber Daya Air Firdaus Ali mengatakan hasil kajian tersebut diharapkan tuntas pada Oktober tahun ini, atau enam bulan setelah instruksi presiden. Hasil kajian itu meliputi kepastian skema pendanaan untuk tanggul A sepanjang 120 kilometer, juga kepastian pembangunan fase C berupa tanggul laut raksasa atau Giant Sea Walls.
“Tanggul A memang sudah kewajiban jangka pendek. Kemudian akan direview apakah tanggul C diperlukan atau tidak. Ada opsi tanggul A lebih ditinggikan lagi sehingga C tidak diperlukan,” ujarnya, Senin (15/08).
Secara umum, proyek NCICD ini terbagi ke dalam tiga tahapan. Tahapan A berupa reklamasi 17 pulau dan peninggian serta penguatan tunggul laut utara Jakarta sepanjang 120 kilometer. Tahap B berupa pembangunan konstruksi tanggul terluar serta reklamasi pulau berbentuk garuda, dan tahap C pembangunan tanggul laut raksasa atau yang dikenal sebagai Giant Sea Wall.
Adapun sejauh ini konstruksi sepanjang 100 meter senilai Rp75 miliar pada tahapan A telah dikerjakan sejak 2014. Firdaus mengatakan saat ini pemerintah sekaligus mengkaji panjangnya tanggul yang akan dibangun.
“Kita [prioritaskan membangun] di A dulu, kan dana yang ada untuk A. Jadi dari 120 km mau dipotong menjadi 90 km, sedang dikaji apakah cukup untuk penanggulangan peninggian muka air laut,” ujarnya.
Sejauh ini pemerintah belum bisa memastikan skema pendanaan tanggul A akan menggunakan skenario awal yang terbagi menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, pemda DKI Jakarta dan pengembang properti, atau diambil alih sepenuhnya oleh pemerintah. Namun, Firdaus menilai keterlibatan pengembang tetap diperlukan untuk menutupi keterbatasan APBN.
Di lain sisi, dia menyatakan Kementerian PUPR juga tengah menyiapkan MoU untuk studi kelayakan bersama dengan pemerintah Belanda dan Korea mengenai pembangunan fase B dan C. Studi kelayakan tersebut akan menggunakan dana hibah dari Korea International Cooperation Agency (KOICA) sebesar US$ 9,5 juta dan dana hibah dari Pemerintah Belanda senilai EUR € 8,5 juta.
“Draft MoU sudah mulai kita rampungkan, masih ada beberapa hal yang direvisi. MoU itu merupakan syarat untuk grant bisa dimanfaatkan,” ujarnya.