Bisnis.com, JAKARTA – Penyesuaian postur APBNP 2016 yang sedang disusun diyakini mampu memberikan kepercayaan diri investor swasta, sehingga mampu mendorong perekonomian hingga akhir tahun ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mamandang perlambatan pertumbuhan komponen pembentukan modal tetap bruto (PMTB) pada kuartal II/2016 merupakan cermin dari masih belum percaya dirinya sektor swata.
“Di sini letaknya kenapa kami perlu untuk merevisi APBN ini untuk menciptakan confident lagi. APBN enggak menjadi sumber ketidakpastian, tapi sumber kepastian. Dengan demikian diharapkan masyarat, pengusaha melihat, oh, pemerintah sudah jelas,” jelasnya, Jumat (5/8).
Pasalnya, hingga saat ini, beberapa sektor usaha – terutama yang berbasis komoditas – masih dianggap belum pulih. Kondisi inilah yang membuat beberapa lembaga keuangan dan perbankan cenderung berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya.
Selain itu, lanjutnya, secara teoritis perbankan sudah siap menyalurkan kredit. Namun, belum ada kepercayaan diri dari pengusaha karena eksekusi permintaan kredit modal kerja dan investasi biasanya mempertimbangkan prospek ekonomi.
Seperti diketahui, pinjaman perbankan baik untuk kredit modal kerja, kredit investasi, maupun kredit konsumer pada kuartal II/2016 tumbuh moderat dibandingkan dengan kuartal I/2016. Pertumbuhan hanya mencapai 8,4% (year on year).
Dalam rilis Badan Pusat Statistik (BPS), realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal II/2016 mencapai 5,18%, terakselerasi tipis dibandingkan pertumbuhan ekonomi kuartal sebelumnya 4,91%. Seluruh komponen pengeluaran mengalami peningkatan pertumbuhan, kecuali PMTB yang melambat karena hanya mencapai 5,06%. (lihat tabel)
Sekadar informasi, PMTB merupakan pengeluaran untuk barang modal yang mempunyai umur pemakaian lebih dari satu tahun dan tidak merupakan barang konsumsi. Tidak hanya investasi swasta, PMTB juga mencakup investasi pemerintah lewat belanja negara.
Kendati ada penyesuaian postur anggaran dengan memangkas belanja sekitar Rp133,8 triliun, Sri berjanji akan melakukannya berdasar kriteria belanja yang tidak anggap bisa mengurangi kemampuan fiskal untuk mendorong ekonomi.
Pos belanja itu merupakan belanja nonprioritas seperti penghematan belanja pegawai, belanja operasional, perjalanan dinas, konsinyering, dan pembangunan beberapa gedung. Namun, untuk belanja yang berkaitan dengan pengurangan kemiskinan dan kesenjangan akan dijaga.
Momentum akselerasi laju produk domestik bruto (PDB), sambungnya, akan terus dijaga. Apalagi, pada kuartal II/2016, konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah menjadi faktor pendorong.
Untuk konsumsi rumah tangga, stimulus fiskal seperti kenaikan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dan penjagaan inflasi yang rendah menjadi penting. Sementara, dari sisi belanja negara, optimalisasi penyerapan akan terus dilakukan.
“Sebetulnya yang paling penting moment ini harus dijaga,” tegasnya.
Juniman, Kepala Ekonom PT Maybank Indonesia Tbk. berpendapat rencana itu memberikan sinyal mitigasi risiko pengelolaan fiskal yang lebih cepat, apalagi kesempatan yang diberikan lewat APBN Perubahan 2016 tidak dimanfaatkan dengan baik. Walaupun, sambungnya, langkah ini jelas mengurangi guyuran uang negara di perekonomian.
Untuk itulah, dia meminta agar pemerintah lebih realistis dalam menyusun APBN 2017 setidaknya dengan pengalaman hampir dua tahun ini. Poin ini menjadi tantangan tersendiri bagi Menteri Keuangan agar bisa meyakinkan Presiden terkait beberapa asumsi dan target yang memang tidak realistis.
“Jangan membuat janji yang enggak-enggak. Ini problem, kalau government spending-nya bagus, fiskalnya bagus pada akhirnya ada confident ke sektor swasta. Ini harus dijaga supaya momentum recovery ekonomi tidak terganggu,” katanya.
Sri Mulyani : Penyesuaian APBNP Jadi Langkah Awal
Penyesuaian postur APBNP 2016 yang sedang disusun diyakini mampu memberikan kepercayaan diri investor swasta, sehingga mampu mendorong perekonomian hingga akhir tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Kurniawan A. Wicaksono
Editor : Rustam Agus
Topik
Konten Premium