Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

TOL LAUT: KPI, Alih Bendera Kapal Perlu Diperketat

Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) menyatakan, guna mendukung program tol laut yang Presiden Joko Widodo, penerapan azas cabotage secara konsisten dan pengawasan ketat alih bendera kapal asing yang beroperasi di Indonesia mutlak dilaksanakan secara tegas.
Kendaraan menunggu masuk kapal untuk menyeberangi Selat Sunda di Pelabuhan Merak, Banten, Minggu (3/7)./Antara-Andika Wahyu
Kendaraan menunggu masuk kapal untuk menyeberangi Selat Sunda di Pelabuhan Merak, Banten, Minggu (3/7)./Antara-Andika Wahyu

Bisnis.com, JAKARTA -  Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) menyatakan, guna mendukung program tol laut yang Presiden Joko Widodo, penerapan azas cabotage secara konsisten dan pengawasan ketat alih bendera kapal asing yang beroperasi di Indonesia mutlak dilaksanakan secara tegas.

Penasehat Dewan Pimpinan Pusat KPI yang juga Ketua Federasi Pekerja Transport Internasional/Internasional Transport workers’ Federation (ITF) Asia Pasifik, Hanafi Rustandi mengatakan, penerapan asas cabotage  selama sepuluh tahun terakhir berhasil meningkatkan jumlah armada kapal nasional sampai 120%.

 “Ini jelas membuka peluang bagi pelaut bekerja di kapal. Karena itu Menhub Budi Karya Sumadi harus tetap melanjutkan penerapan azas cabotage secara konsisten. Bahkan perlu semakin digalakkan dengan pengawalan yang ketat, dalam upaya mendukung program tol laut,” ujarnya, Kamis (4/8/2016).

Dikatakan, penerapan azas cabotage berdasarkan Inpres No.5/2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional yang kemudian diperkuat dengan UU No.17/2008 tentang Pelayaran. Pada 2015 jumlah kapal niaga berbendera Indonesia baru 6.041 unit, tapi pada 2015 menjadi 13.326 unit, atau naik 120%.

 Meningkatnya jumlah armada kapal nasional ini, imbuhnya, karena meningkatkan investasi di usaha pelayaran. Baik pengusaha nasional dengan membangun kapal di dalam negeri atau membeli dari luar negeri, maupun pihak asing yang mengalihkan kapalnya menggunakan bendera Indonesia.

 “Azas cabotase memberi hak kepada perusahaan pelayaran Indonesia untuk beroperasi secara eksklusif di perairan Indonesia . Seluruh kapal yang berlayar harus berbendera Merah Putih,” paparnya.

Pelanggaran

Kendati begitu, Hanafi  menilai penerapan azas cabotage masih banyak terjadi pelanggaran, khususnya upah pelaut masih rendah karena sampai saat ini belum ada standar nasional.

Selain itu, selama ini pemerintah hanya terfokus pada keuntungan investasi dan pengembangan armada pelayaran, tanpa menyentuh sedikitpun menyangkut pemberdayaan SDM pelaksananya. 

Untuk itu, KPI mendesak pemerintah untuk segera meratifikasi MLC (Maritime Labour Convention) yang telah diberlakukan di seluruh dunia sejak Agustus 2014 oleh International Labour Organization (ILO), untuk memberikan payung hukum perlindungan dan kesejahteraan pelaut.

“Lambannya pemerintah meratifikasi MLC  bukan hanya berakibat kurangnya perlindungan maupun minimnya standar kesejahteraan bagi pelaut, tapi juga berakibat banyak kapal Indonesia terkena sanksi oleh Port State Control,” ujarnya.

Hanafi mencontohkan ditahannya dua kapal milik perusahaan pelayaran Indonesia di luar negeri saat ini, yakni MV. Kayu Ramin (bendera Panama) di pelabuhan Dubai dan MV.

Kayu Putih (bendera Indonesia) di pelabuhan Qinhuangdao, Cina. Kedua kapal tersebut meskipun berbeda bendera, tapi sama-sama milik pengusaha Indonesia.

“Kedua kapal tersebut ditahan karena PSC menemukan berbagai pelanggaran. Antara lain gaji pelaut tidak dibayar, persediaan makanan & air minum terbatas, akomodasi & perlengkapan dapur tidak memenuhi standar kesehatan dan lain-lain,” jelasnya.

 Hanafi mengatakan, sedangkan mengenai prosedur pengalihan bendera bagi kapal-kapal asing untuk beroperasi di Indonesia , perlu diawasi secara ketat, dan hanya bisa dilakukan setelah diyakini bahwa kapal asing tersebut telah dicoret dari daftar kapal di negara yang bersangkutan. 

“Jangan sampai peralihan bendera kapal asing ke Indonesia itu untuk memperebutkan muatan didalam negeri,”.

 Dia juga  mengingatkan, sesuai dengan kampanye ITF, agar kapal-kapal Indonesia yang selama ini menggunakan bendera kemudahan atau Flag of Coveniance  (FOC) untuk segera kembali mengibarkan bendera Merah Putih.

“Masih ada pengusaha Indonesia yang mendaftarkan kapalnya ke beberapa negara tertentu, misalnya Panama, Honduras, Belize, Bermuda, dan Liberia,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Akhmad Mabrori
Editor : Nancy Junita

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper