Bisnis.com, JAKARTA - Pengusaha mengharapkan manajemen Pelindo II menyiapkan fasilitas dermaga untuk kegiatan pengapalan dan bongkar muat kargo umum (breakbulk) di Pelabuhan Tanjung Priok terhadap kapal jenis angkutan komoditi itu yang berukuran lebih besar atau di atas 40.000 ton untuk mendongkrak kinerja ekspor.
Sekjen Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Oggy Hargianto mengatakan saat ini kapal jenis breakbulk yang sandar dan bongkar muat di pelabuhan Priok rata-rata masih di bawah 30.000 ton dan hanya bisa sandar di terminal 1 maupun terminal 2 Pelabuhan Priok, sedangkan terminal 3 Priok saat ini sudah penuh dengan layanan kapal kontener internasional.
“Kapal breakbulk dengan kapasitas 30.000 ton itu juga jumlahnya masih sangat sedikit, mayoritas kurang dari 20.000 ton yang bisa diayani di Pelabuhan Priok. Kami harapkan kedepan kapal diatas 40.000 ton juga bisa masuk,” ujarnya kepada Bisnis.com, Selasa (2/8/2016).
Dia mengatakan hal itu menyusul banyaknya permintaan sejumlah ekportir komoditi klinker atau bahan baku pembuat semen, maupun gypsum di dalam negeri agar bisa di layani bongkar muat dan pengapalannya dengan kapal jenis breakbulk yang lebih besar atau di atas 40.000 ton untuk lebih mengefisienkan cost logistic dan percepatan ekspor.
“Permintaan ekspor komoditi itu seperti untuk tujuan Oman dan Australia, kalau diangkut dengan kapal lebih besar otomatis biayanya lebih murah dan komoditi nasional bisa lebih bersaing di tingkat global,” tuturnya.
Oggy mengatakan fasilitas terminal 1 Pelabuhan Priok memiliki panjang dermaga 2.540 meter dengan kedalaman hingga mencapai -9,5 low water spring (LWs), terminal 2 Priok memiliki panjang dermaga 1.800 meter dengan kedalaman hingga -9,5 LWs, dan dermaga terminal 3 Priok sepanjang 1.155 meter dengan kedalaman -11 LWs.
“Jika mengacu pada faslitas dermaga di pelabuhan itu, kapal breakbulk di atas 40 ribu ton hanya bisa dilayani di terminal 3 Priok, sedangkan terminal 1 dan 2 hanya mampu menghandle kapal breakbulk maksimal 35.000 ton,” paparnya.
Oggy mengatakan potensi ekspor komoditi klinker dan gypsum ke sejumlah negara saat ini memiliki prospek menjanjikan dan di perkirakan akan terjadi booming pada tahun 2018 menyusul banyaknya permintaan di pasar internasional.
Karena itu, imbuhnya, Pelindo II selaku BUMN harus menjadi agen percepatan pertumbuhan perekonomian dan memacu lahir dan tumbuhnya usaha swasta di pelabuhan.
“Jika ekspor kita tumbuh maka perekonomian nasional akan semakin membaik dan kegiatan usaha swasta juga bisa tumbuh,” ujar dia.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan mengatakan kecenderungan pola pengangkutan barang ekspor impor saat ini yakni menggunakan peti kemas seiring berkembangnya modernisasi kapal pengangkut kontener global. “Hanya untuk jenis komoditi tertentu saja yang masih harus diangkut dengan kapal jenis breakbulk,” ujarnya.
Sekretaris Perusahaan Pelabuhan Tanjung Priok, Kiki Nurhikmat mengatakan, kapal jenis breakbulk saat ini di Priok dapat di terminal 1 dan 2, sedangkan terminal 3 untuk layanan kapal peti kemas.
“Hal tersebut sudah sesuai dengan penataan pelabuhan dalam mewujudkan sistem klusterisasi terminal,” ujarnya. (k1)