Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KONGESTI PRIOK: Dua Rasio Ini Jadi Poin Penting

Supply Chain Indonesia memaparkan dua rasio penting yang harus diperhatikan operator Pelabuhan Tanjung Priok, PT Pelabuhan Indonesia II (Persero), guna menghindari terulangnya antrean truk di pelabuhan ini.
Peti kemas/Ilustrasi-Bisnis
Peti kemas/Ilustrasi-Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA—Supply Chain Indonesia memaparkan dua rasio penting yang harus diperhatikan operator Pelabuhan Tanjung Priok, PT Pelabuhan Indonesia II (Persero), guna menghindari terulangnya antrean truk di pelabuhan ini.

Adapun dua rasio tersebut a.l.rasio ketersediaan dermaga tambatan kapal dan rasio ketersediaan lahan penumpukan barang di lini I.

Rudy Sangian, Pakar Sistem Informasi Kepelabuhanan Supply Chain Indonesia, mengatakan ada dua rasio ini saling terkait satu sama lain dan akan berimbang jika Manajemen Dermaga Terminal III melakukan rencana koordinasi dengan perusahaan pelayaran/ agen pelayaran, serta freight forwarder/ penyedia truk sebelum kapal masuk pelabuhan dan sebelum truk pengambil barang masuk pelabuhan.

“Memperbaiki infrastruktur fisik pintu keluar masuk Dermaga Terminal III Priok memang memerlukan rencana jangka panjang dan biaya yang mahal, namun rencana koordinasi [coordination plan] dimaksud di atas adalah mutlak harus dijalankan dengan handal sebagai solusi jangka pendek dan tidak perlu biaya,” paparnya kepada Bisnis, Senin (01/08).

Menurutnya, siapapun tidak mau terjebak macet dan menjadi sengsara menunggu layanan pelabuhan sehingga coordination plan yang solid akan berdampak pada pendeknya antrean truk keluar masuk pelabuhan.

Berkaitan dengan infrastruktur teknologi pendukung, SCI menilai fisik pintu keluar masuk JICT yang dilengkapi dengan teknologi seperti, TILA dan NGEN Technology untuk mengatur rasio ketersediaan lahan penumpukan barang di Lini I dan kaitannya dengan Receiving/ Delivery barang keluar masuk pelabuhan.

Sementara itu, Terminal III Priok juga dilengkapi dengan Cyberlogitec OPUS Terminal  untuk mengoptimalkan lahan penumpukan barang di Lini I.

“Kedua terminal menggunakan teknologi tetapi yang membedakan adalah perbedaan tingkat kehandalan manajemen masing-masing terminal.”

Dari sisi pemerintah, dia menilai Otoritas Pelabuhan seharusnya juga menjadi pihak bertanggungjawab atas kelancaran arus kapal dan arus barang di pelabuhan berdasarkan UU 17/ 2008 tentang Pelayaran.

“Layaknya seorang 'polisi lalu lintas' yang sedang bekerja meleraikan kemacetan maka semua pihak penyelenggara pelabuhan, yakni Pelindo II, Bea Cukai, Karantina, Kantor Kesehatan Pelabuhan dan instansi lainnya harus patuh kepada Otoritas Pelabuhan berdasarkan undang-undang tersebut,” ungkapnya.

Lebih lanjut, pemerintah juga memiliki kebijakan lainnya yang berfungsi untuk mencegah terjadinya kepadatan di pelabuhan adalah Peraturan Menteri Perhubungan (PM) 93/ 2013 tentang Penyelenggaraan & Pengusahaan Angkutan Laut.

Berkaitan dengan RPK (Rencana Pengoperasian Kapal) juga telah dituangkan kedalam peraturan menteri yang berkenaan dengan Rasio Ketersediaan Dermaga Tambatan Kapal.

Di dalamnya, rasio ketersediaan dermaga untuk tambat kapal jelas berdampak langsung kepada rasio ketersediaan lahan penumpukan lini I.

Menurut Rudy, kedua hal ini perlu dijalankan secara berdaulat sehingga perusahaan pelayaran/ agen pelayaran yang tidak patuh akan berpotensi dicabut izin operasionalnya.

Sejauh ini, dia menilai akar permasalahan terjadinya kepadatan di pelabuhan itu dimulai dari alur kapal dan selanjutnya barang yang dimuat kapal tersebut yang memerlukan alur lancar yang ditentukan oleh coordination plan di atas sehingga tersedianya lahan penumpukan yang rasional dan dwelling time barang tidak terlalu lama di Lini I yang disebabkan freight forwarder/ truk dikoordinasikan dengan baik untuk mengambil barangnya di pelabuhan.

“Jika tidak ada kapal maka tidak ada kepadatan di pelabuhan. Oleh karena itu pembenahan kepadatan di pelabuhan harus dimulai dari akar permasalahannya, yaitu alur kapal sebagaimana dimaksud pada PM 93/ 2013 di atas.”

Jika coordination plan ini berjalan,maka rencana yang solid ini akan menyentuh akar permasalahannya akan berdampak pada pengalokasian Dermaga Tambatan Kapal Priok sepanjang 12.167,8 meter dengan rasio a.l. 80% untuk RPK Liner dan 20% untuk RPK Tramper berdasarkan PM 93/ 2013 di atas.

Dia yakin jika rencana ini diterapkan oleh Otoritas Pelabuhan dan Kesyahbandaran Priok dengan handal maka sejak awal sebelum kapal masuk pelabuhan dengan profil muatannya masing-masing.

“coordination plan sudah memposisikan semua Pihak Penyelenggara Pelabuhan itu fokus terlebih dahulu pada hal yang pasti yaitu RPK Liner Kapal beserta muatannya baru selanjutnya untuk RPK Tramper beserta muatan kapalnya,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper