Bisnis.com, JAKARTA - Industri manufaktur mulai mengurangi aktivitas produksi dalam mengantisipasi permintaan yang tidak tumbuh sesuai ekspektasi pada semester I/2016.
Nikkei Purchasing Manager Index industri manufaktur Indonesia tersurvei di level 48,4 pada Juli. Indeks merosot dari 51,9 pada Juni, level tertinggi dalam hampir 2 tahun.
Survei Markit menunjukkan penurunan moderat terjadi pada hasil produksi (output), jumlah pekerja, dan bahan baku sekaligus mengakhiri tren ekspansi yang telah berlangsung sejak Februari.
Responden yang melaporkan kontraksi menyatakan mereka mengurangi aktivitas produksi karena penurunan pesanan baru dari pasar domestik dan permintaan ekspor yang masih lesu.
Laju penurunan jumlah pekerja di sektor manufaktur juga rendah. Hanya kurang dari 4% responden yang melaporkan pengurangan pegawai, sebagian besar karena perusahaan memutuskan tidak mempekerjakan pegawai baru untuk menggantikan pegawai yang mengundurkan diri.
Pollyna de Lima, ekonom Markit, mengatakan perkembangan dalam 6 bulan pertama 2016 menunjukkan pemangkasan suku bunga oleh Bank Indonesia belum berhasil merangsang kondisi ekonomi Indonesia.
“Aktivitas industri mencatatkan penurunan paling tajam pada 2016. Penurunan order membuat perusahaan mengurangi produksi, pegawai dan pembelian bahan baku,” katanya dalam rilis Markit Economics, Senin (1/8/2016).
Namun, de Lima menyatakan industri manufaktur Indonesia diuntungkan oleh pergerakan harga yang cenderung landai dalam beberapa bulan terakhir.
Sekitar 94% responden mempertahankan harga produk mereka pada Juli demi mendorong pertumbuhan permintaan. Para pelaku usaha juga melaporkan perlambatan laju kenaikan harga bahan baku logam, kimia, plastik, dan tekstil pada bulan lalu.