Bisnis.com, JAKARTA—Memasuki tahun ketiga konstruksi, progres pembangunan Bendungan Bendo senilai Rp651 miliar baru mencapai 20%. Hal ini turut dipicu proses pengadaan lahan yang tersendat yang membuat jadwal konstruksi menjadi mundur.
Kepala Badan Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo Yudhi Pratondo mengatakan proses konstruksi cukup terkendala pembebasan lahan dari perhutani yang memiliki 99% lahan keseluruhan bendungan. Dari total kebutuhan lahan sebesar 295,8 hektare, sebanyak 294,55 hektare merupakan kawasan hutan sementara 1,25 hektare sisanya milik masyarakat.
“Dengan dukungan PP 104 dan 105 status yang dari TMKH menjadi IPPKH maka diusahakan pembangunan konstruksi bisa dikebut dengan target rampung akhir 2017,” ujarnya, seperti dikutip dari siaran pers, Senin (25/07).
Dia merinci pembangunan Bendungan Bendo yang dibiayai dari APBN senilai Rp 651 miliar (Muliti Years Contract/MYC), saat ini sedang dalam pengerjaan pembetonan terowong, galian bangunan pelimpah, dan galian bangunan pengambilan, yang dikerjakan oleh kontraktor kerja sama operasi antar PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Hutama Karya, dan PT Nindya Karya. Untuk pekerjaan terowong sepanjang 453 meter yang dimulai pada 17 Oktober 2015, sudah tembus pada 13 Mei 2016 lalu.
Dia mengatakan pembangunan Bendungan Bendo di Kabupaten Ponorogo ini merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan daerah Kabupaten Ponorogo yang berkaitan dengan pengembangan sumber daya air, guna memenuhi berbagai keperluan masyarakat, seperti penyediaan air irigasi, air baku domestik dan industri serta pengendalian banjir dan pariwisata.
Menurutnya, saat ini baru 30% masyarakat Ponorogo yang menikmati air baku. Bila bendungan berkapasitas tampung total sebesar 43,11 juta meter kubik ini sudah beroperasi, maka semua masyarakat bisa menikmati air baku yang baik. Kemudian air bendungan tersebut tidak saja mengairi 60% sawah di Ponorogo, tapi juga 40% sawah di Madiun, dengan cakupan penyediaan irigasi mencapai 7.800 hektare.