Bisnis.com, JAKARTA – “Saya hanya menerima petikan Kepres yang disampaikan menteri...” Demikian Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Prof Muladno, saat ditanya terkait pergantian dirinya.
"Terhitung, mulai 12 Juli 2016 saya sudah aktif lagi di kampus [IPB], saya sudah menghadiri perkuliahan dan membimbing mahasiswa penelitian," kata Muladno saat pertemuan dengan sejumlah awak media di Kampus IPB Baranangsiang, Kota Bogor, Jawa Barat.
Kabar itu, jelas, membuat pelaku usaha terkaget-kaget. Pasalnya, penggagas konsep Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) tersebut, bukan hanya jujur, cerdas, rendah hati dan empati pada pihak yang diperlakukan tidak adil. Juga sosok yang dianggap memiliki pemahaman yang sangat baik di bidang tugasnya. “Idealisme dan integritas tinggi selalu saya rasakan setiap saat bersamanya,” ujar Rachmat Pambudi.
Kabarnya, Muladno diberhentikan April 2016, tetapi ditetapkan 12 Juli 2016. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan, apa konsekuensi hukum atas surat, surat keputusan dan surat-surat resmi lain yang ditandatangani Muladno sebagai Dirjen sejak 1 April hingga 12 Juli 2016? Adakah Muladno korban pertama akibat kebijakan membuat harga daging Rp80.000 per kilogram menemui jalan buntu?
Kini, Prof Muladno sudah kembali aktif mengajar di kampus IPB yang menjadi almamaternya. "Terhitung mulai 12 Juli 2016. Saya kembali aktif di kampus. Saya sudah menghadiri perkuliahan. Membimbing mahasiswa penelitian," kata Muladno saat pertemuan dengan sejumlah awak media di Kampus IPB Baranangsiang, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin.
Muladno diangkat sebagai Dirjen PKH 1 Juni 2015, hingga waktu pemberhentian dirinya, sudah bertugas selama 13 bulan 12 hari. Selama masa jabatannya, penggagas konsep Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) tersebut, telah menelurkan banyak program dan gagasan. Setidaknya, ada belasan hasil pemikirannya selama menjabat.
Pertama, pembenahan industri dan bisnis perunggasan. Industri perunggasan, yang mengalami kelebihan pasokan, membuat Dirjen Peternakan mengambil kendali memimpin perusahaan pembibitan unggas untuk menyeimbangkan pasokan dan permintaan. "Kita ada kesepakatan untuk melakukan 'cutting dini'.”
Selain juga melakukan pemetaan tentang produksi, pengawasan dan peredaran DOC. “Dan kebijakan ini sudah terbit," katanya.
Kedua, revitalisasi asosiasi peternakan. Terdapat 84 asosiasi di bidang peternakan, kebanyakan hanya menjadi tempat kumpul tanpa dilengkapi dokumen legalitasnya. PKH mendorong asosiasi dibenahi. “Jangan hanya gampang buat, tapi legalitasnya tidak ada," katanya.
Ketiga, revisi peraturan menteri yang membuat bisnis sapi lebih kondusif yakni penghapusan biaya pemeriksaan penyakit sebelum sapi impor dikirim dari Australia ke Indonesia.
Awalnya, biaya pemeriksaan ini mencapai US$220 per ekor, setelah dicek di Australia, biaya bisa dikurangi menjadi US$50 per ekor. Adanya pengurangan biaya. Jika kita mengimpor 1.000 ekor dengan biaya masih US$220, berapa dana yang telah diselamatkan?
Keempat, impor bakalan dengan berat rata-rata 350 kilogram per ekor. Jika ada yang lebih dari nilai tersebut dianggap melanggar.
Selama ini, mengukur berat sapi bakalan dengan cara menggunakan jembatan timbang. Di mana truk pengangkut sapi ditimbang bersama sapi yang ada di dalamnya sehingga dapat rata-rata berat ekor sapi yang ada di kendaraan. Namun sekarang ditetapkan rata-rata berat sapi impor bakalan sebesar 350 kg per ekor.
Kelima, pembentukan Sentra Peternakan Rakyat (SPR) yang menyelamatkan peternak agar mampu berkembang dan memiliki penghasilan yang pasti.
Selama ini, pola peternakan dalam negeri mengenyampingkan gotong royong dan sinergi. Dengan SPR membangun peternakan bukan oleh Dirjen dan Dinas Pertenakan saja, tetapi melibatkan pemerintah, perguruan tinggi, peternak dan swasta.
"Empat unsur yang terlibat ini bersama-sama, untung sama-sama, memiliki profesionalitas masing-masing, semua berkontribusi mengembangkan peternakan," katanya.
Selama menjabat sebagai Dirjen PKH, Muladno telah menambah jumlah SPR dari 11 SPR yang dibina oleh IPB ditambah 50 SPR yang dibangun pemerintah.
Dari 11 SPR binaan IPB, enam yang sudah menjadi sentra peternakan rakyat. “Jika diakumulasikan ada 54 SPR secara nasional tersebar di 17 provinsi," katanya.
Program berikutnya, pelayanan "online" setiap akan melakukan impor pakan memerlukan rekomendasi dari Dirjen PKH. Untuk memudakan layanan, dari 14 komoditas yang sudah dionlinekan, ada dua dari total lima yang sedang diprogramkan.
Dari lima yang diprogramkan ada dua yang sudah online layanannya, yakni produk hewan dan pakan. “Jadi kalau perlu rekomendasi saya, tidak lagi manual, cukup diklik tanda tangan saya rekomendasi keluar," katanya.
Kebijakan lainnya terkait ekspor telur tetas ayam daging ke Myanmar. Selama ini prestasi perusahaan unggas di Indonesia tidak masuk dalam kebijakan Pemerintah Myanmar yang hanya memperbolehkan negara ekspor yang bebas dari kasus flu burung dan cara pengendaliannya tidak dengan vaksinasi.
"Namun, setelah tim Myanmar berkunjung melihat langsung perusahaan ternak ayam di Indonesia, mereka mengubah aturan dan memperbolekan kita mengekspor," katanya.
Total telur tetas yang diekspor sebanyak 300 ribu butir dengan berat 101.000 ekor.
Program selanjutnya, ekspor sperma melalui kerja sama Selatan-Selatan yakni dengan Kirgistan yakni negara pecahan Uni Sofyet. Sperma berasal dari sapi impor yang sudah dikembangbiakkan di Indonesia.
Kebijakan lainnya pro dan kontrak impor daging kerbau dari India. Ada yang setuju dan senang impor, ada yang tidak setuju khawatir dengan keamanannya. “Padahal ini perintah Presiden langsung, karena harganya lebih murah," katanya.
Terkait impor kerbau dari India, lanjut Muladno, pihaknya telah melakukan pengecekan di sejumlah RPH yang ada di negara tersebut, ternyata jauh lebih baik dari kondisi RPH di Tanah Air. Ternyata ada 10 RPH yang melakukan ekspor ke Indonesia.
"Harga kerbau India itu Rp50.000 per kg, kalau di Tanah Air mencapai Rp60.000 sampai Rp65.000," katanya.
Kebijakan berikutnya, lanjut Muladno yakni dilakukannya kerja sama dengan sejumlah lembaga internasional, salah satunya membangun SPR yang melibatkan asosiasi baru maupun yang lama.
"Selama 13 bulan 12 hari menjabat setidaknya ada 10 langkah strategis yang dihasilkan. Jadi tidak malu-maluin IPB juga," katanya.
Bagi Muladno jabatan sebagai Dirjen merupakan pengabdian, sedangkan kembali ke kampus mengajar dan melakukan penelitian adalah bentuk kewajiban yang tidak akan pernah ditinggalkannya.
Muladno menambahkan, sampai saat ini dirinya belum menerima secara resmi surat Keputusan Presiden terkait pemberhentian dirinya dari jabatan Dirjen.
"Saya hanya menerima petikan Kepres yang disampaikan menteri," katanya.