Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah sebaiknya menerima masukan dari luar untuk perbaikan dan penataan exit tol Brebes agar kasus serupa tidak terulang pada hajatan arus mudik selanjutnya sehingga bisa menekan social cost yang cukup besar.
Peneliti Kebijakan Sosial Universitas Indonesia Rissalwan Habdy Lubis mengatakan bahwa memang dari desain jalan untuk pintu keluar tol Pejagan-Brebes di ruas Brebes Timur atau kini yang dikenal dengan Brebes Exit (Brexit) juga memunculkan masalah sosial.
"Itulah sebabnya pemerintah [BPJT Kementerian PUPR] perlu menerima masukan untuk perbaikan agar hajatan arus mudik ini yang menciptakan social cost yang besar bisa ditekan," katanya kepada Bisnis.com, Senin (11/7/2016).
Menurut Rissalwan, bagi semua pihak yang bersinggungan dengan pengguna dan penata kelola exit tol Brebes harus bersikap terbuka atas segala kritik dan masukan untuk mencari solusi jangka panjang.
"Dari perspektif kebijakan sosial, permasalahan sosial memang tidak mungkin dihilangkan, akan tetapi bisa dikurangi atau dialihkan dampaknya. Jika kita melihat kemacetan ini sebagai masalah sosial, maka kecenderungan para pengelola teknis jalanan di republik ini memang lebih memilih opsi kedua, yakni mengalihkan atau memindahkan kemacetan tersebut, daripada benar-benar mencoba mengurangi kemacetan dari akar masalahnya."
Pendiri Lembaga Kemitraan Pembangunan Sosial (LKPS) tersebut menjelaskan bahwa akar masalahnya adalah belum adanya pembatasan jumlah kendaraan pribadi sebagai akibat dari belum layaknya kendaraan publik. Akibatnya kendaraan pribadi yang menguasai jalanan ini menciptakan kemacetan akibat dari perilaku egoisme kolektif mereka yang suka serobot dan mau cepat masing-masing.
Pemerintah, kata Rissalwan, perlu bersungguh-sungguh mengantisipasi macet mudik tahun depan, bukan sekadar memperpanjang exit tol pantura hingga Semarang karena itu hanya akan memindahkan macet Brexit tahun ini ke tahun depan. "Perlu mempersiapkan moda transportasi massa yang mudah dan murah sambil secara simultan mulai menekan egoisme kolektif dengan mekanisme tertentu untuk membatasi penggunaan kendaraan pribadi."
Ia mendukung langkah Menteri Perhubungan Ignasius Jonan yang mengkritisi jumlah gerbang tol di Brebes Timur dan letaknya yang dianggap menjadi salah satu biang kemacetan.
Menurut Jonan, macet panjang di Brexit pintu exit tol yang awal dari akhir itu harus sama. Artinya pintu tolnya yang salah dong karena lokasinya ada pasar dan perlintasan kereta sehingga semestinya itu exit tol dibuat sebesar pintu masuknya.
Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna menyarankan pemerintah segera membangun flyover di pintu perlintasan sebidang KA di Pejagan sehingga arus kendaraan di kemudian hari bisa dibuang ke Pejagan untuk melewati Pantai Utara. "Namun, jalan Pantai Utara harus diamankan dari hambatan samping kiri dan kanan jalan sehingga kelancarannya lebih terjamin," ujarnya.
Jika dibangun pintu tol tambahan di Brebes Timur, dia menilai pengusaha jalan tol akan merugi karena wilayah ini bukan kota utama, berbeda dengan Palimanan yang mengarah ke Cirebon. "Kecuali pemerintah mempercepat pembangunan sampai Semarang. Tujuan utama secara struktur ruang ini pusat kegiatan di Semarang," tambahnya.