Bisnis.com, JAKARTA – BPOM berharap payung hukum untuk perkuat pengawasan produk obat termasuk vaksin bisa segera disusun karena peraturan yang ada selama ini membatasi ruang gerak BPOM dalam melakukan pengawasan.
Plt. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Bahdar Johan mengungkapkan dalam melakukan pengawasan peredaran obat pihaknya tebentur dengan aturan yang tidak memberikan kebebasan.
Dia mencontohkan BPOM tidak terlibat dalam pelayanan rumah sakit yang tertuang dalam Permenkes No.58/2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
“Banyak sekali aturan yang membuat kami tidak bisa bekerja. Permenkes No.35/2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, kami hanya boleh mengawasi produk dan tidak bisa mendeteksi asal obat tersebut,” ujarnya, Selasa (28/6/2016).
Dia berharap kelak dibuat payung hukum yang memperkuat kinerja BPPOM agar dapat melakukan penyidikan seperti polisi. Dia menyebutkan saat ini DPR sedang mengusulkan penyusunan RUU Pengawasan Obat dan Makanan.
Hal tersebut mengikuti penemuan vaksin palsu yang berasal dari jalur tidak resmi yang berani menjual vaksin di bawah harga pasaran.
“Itu disebabkan adanya permintaan vaksin di luar program pemerintah. Kadang dari kalangan menegah atas minta vaksin alternatif seperti hepatitis A yang impor. Padahal kalau kita pakai sembilan vaksin dari pemerintah insya Allah aman dan gratis,” katanya.
Bareskrim Polri menemukan adanya vaksin palsu yang dilabeli produksi PT Biofarma, PT Sanofi Grup, dan PT Glaxo Smith Kline sebanyak 12 jenis produk.
Beberapa vaksin yang ditemukan termasuk jenis vaksin yang banyak digunakan untuk imunisasi pada bayi, antara lain vaksin hepatitis B, campak, polio, dan Bacillus Calmette Guerin (BCG) untuk penyakit tuberculosis (TBC).
Akibat penemuan tersebut, BPOM telah menyegel 28 distributor ilegal yang tersebar di sembilan provinsi untuk menghindari persebaran vaksin palsu.
“Pada 23 Juni lalu kami sudah perintahkan BPOM di seluruh Indonesia untuk melakukan pemeriksaan vaksin. Tapi perlu ditekankan, pembelian produk di jalur tidak resmi saja sudah menyalahi peraturan KUHP. Biar impor asal dari distributor resmi pasti aman,” ujarnya.
Ketua Gabungan Perusahaan Farmasi DKI Jakarta Handoko B. Soetrisno mengatakan vaksin yang beredar sekitar 20 jenis. Lima jenis diproduksi oleh Biofarma untuk kebutuhan pemerintah yang nilainya mencapai Rp1,2 triliun. Sisanya vaksin impor senilai Rp1 triliun.