Bisnis.com, JAKARTA – Kendati antusiasme para wajib pajak dalam rencana kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty dinilai cukup besar, target arus ke kas negara seharusnya tetap realistis.
Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi mengaku tidak masalah ada target penerimaan dari tax amnesty yang sudah dimasukkan dalam RAPBN Perubahan 2016. Namun, karena jumlahnya belum pasti, seharusnya ambil angka yang konservatif.
“Kita anggap itu [target] memang masih terlalu tinggi mungkin. Tapi, Kementerian Keuangan punya keyakinan bisa. Ya sudah, kita serahkan ke Menkeu. Kalau saya selalu melihat angka-angka yang begitu tinggi itu kita mesti hati-hati,” jelasnya saat ditemui di kantor Kemenkeu, Selasa (14/6/2016) malam.
Fleksibilitas dalam pengaturan fiskal, lanjutnya, harus tetap ada. Menurut dia, akan lebih baik menggunakan perkiraan yang konservatif tapi menghasilkan angka yang lebih besar.
Jika hasilnya lebih rendah, ada risiko pengetatan anggaran dari rencana semula. Akibatnya rencana-rencana kementerian/lembaga berpotensi gagal dieskekusi kembali. Saling tunggu ini yang membuat stimulus fiskal ke ekonomi jadi sedikit terhambat.
Dalam RAPBNP 2016, pemerintah menaruh target penerimaan dari rencana kebijakan tax amnesty sekitar Rp165 triliun. Akibatnya, pemerintah mengerek target PPh nonmigas menjadi Rp819,5 triliun, naik 48,3% dari realisasi tahun lalu Rp552,6 triliun.
Dikereknya target PPh nonmigas ini mengompensasi terkoreksinya target pos lain yang masuk menjadi tanggung jawab Ditjen Pajak. Alhasil, alih-alih diturunkan, target penerimaan pajak nonmigas justru bertambah Rp0,2 triliun dari pagu sebelumnya atau naik 30,4% dari realisasi tahun lalu.
Sofjan enggan memaparkan proyeksi terbaru terkait potensi dana yang masuk dalam kas negara. Pasalnya, tujuan kebijakan harus difokuskan untuk menggerakkan ekonomi, bukan semata-mata menambal shortfall, selisih antara realisasi dan target, penerimaan pajak.
“Yang penting itu kan menggerakkan ekonomi, mengurangi pengangguran dan kemiskinan dari pada cuma mendapatkan penerimaan lewat biaya penalti-penalti,itu kan kecil,” katanya.
Terkait dengan usulan perpanjangan waktu hingga akhir April 2017, pihaknya mengaku tidak terlalu mempermasalahkan. Namun, di tahun depan, tarif tebusan harus lebih besar dari tahun ini.
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam rapat panitia kerja (panja) yang masih berlangsung dengan DPR, ada usulan itu, bersamaan dengan tenggat pelaporan surat pemberitahuan (SPT) wajib pajak Orang Pribadi (OP) maupun badan.
Jika itu terjadi dan mulai berlaku 1 Juli, usulan tarif tebusan dari pemerintah untuk WP yang repatriasi yakni 2% untuk tiga bulan pertama, 3% untuk tiga bulan kedua, dan 5%-6% untuk empat bulan terakhir.
Sementara, untuk WP yang hanya mendeklarasikan hartanya, tarif tebusan yang diusulkan berurutan sekitar 4%, 6%, dan 10%-12%. Terhadap usulan ini, belum ada keputusan.
Objek atau jenis pajak yang ingin diampuni pun masih menyisakan perdebatan. Yang teranyar, pemerintah mengusulkan pajak pertambahan nilai (PPN) juga diikutkan. Tak jarang juga ada pula fraksi yang mengusulkan seluruh jenis pajak.