Bisnis.com, JAKARTA—Asosiasi Tol Indonesia mempertanyakan rencana pemerintah dalam melakukan proyek percontohan untuk ruas tol Salatiga—Solo dengan skema Avalability Payment atau pembayaran berdasarkan ketersediaan layanan.
Ketua Asosiasi Tol Indonesia Fatchur Rochman mengungkapkan pemerintah semestinya tak perlu melakukan tender investasi dan konstruksi terhadap BUJT untuk ruas tersebut. Dia menilai skema Availibility Payment terlalu rumit dan menurutnya belum ada sosialisasi yang jelas mengenai mekanisme tersebut.
“Saya belum tahu mengenai skema itu, saya rasa juga belum ada aturan yang jelas melandasinya,” ujarnya kepada Bisnis.com Sabtu (11/6/2016).
Menurutnya, apabila keterbatasan APBN pemerintah menjadi kendala untuk pengerjaaan konstruksi, pemerintah semestinya cukup menawarkan kepada BUJT pemegang konsesi yakni PT Trans Marga Jateng untuk melakukan talangan selayaknya dana talangan lahan yang telah diusulkan pemerintah belum lama ini tanpa memerlukan tender investasi.
“Lebih logis kalau dikoneksikan dengan TMJ saja yang sekalian menunjuk kontraktornya, konsepnya sama kayak dana talangan lahan cuma ini namanya dana talangan konstruksi. Hanya masa pengembaliannya juga diperpanjang,” tekannya.
Dia menegaskan perbedaan dengan dana talangan lahan hanya terletak pada masalah perpanjangan masa pengembalian cicilan oleh pemerintah. Oleh karenanya pemerintah juga sebaiknya tak perlu memperpanjang masa konsesi yang dimiliki oleh PT Trans Marga Jateng. Menurutnya hal itu lebih sederhana ketimbang membuka peluang tender investasi kepada Badan Usaha lain.
“Compicated sekali, aturan mainnya juga ribet sekali,” ucapnya. Sebelumnya pemerintah merencanakan pengerjaan ruas Salatiga—Solo sepanjang 33 km menjadi proyek percontohan bagi ruas tol yang berskema Availability Payment.
Berdasarkan skema itu Direktur Teknik dan Operasional PT Trans Marga Jateng Arie Irianto mengatakan pemerintah berencana melakukan tender untuk ruas tersebut, sehingga badan usaha pemenang lelang yang akan membangun dan memelihara ruas itu terlebih dahulu untuk kemudian diganti pendanaannya oleh pemerintah dengan cara mencicil.
“Kalau sebelumnya Bina Marga yang bangun, tapi kalau ini ditender langsung oleh BPJT, untuk badan usaha membangun dan memelihara selama 10—15 tahun, “ katanya kepada Bisnis.com Rabu (8/6/2016).
Arie menegaskan pihaknya tetap sebagai pemegang konsesi meski dengan adanya pengadaan lelang investasi oleh BPJT.