Bisnis.com, JAKARTA - Alokasi dana ketahanan energi dan dana cadangan energi sebesar Rp1,6 triliun dalam RAPBNP 2016 dinilai masih jauh dari angka ideal.
Pasalnya, kebutuhan anggaran untuk membangun stok minyak dalam mendukung ketahanan energi mencapai Rp23 triliun.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan pihaknya belum melihat angka persis jumlah alokasi untuk dana ketahanan energi (DKE) di RAPBNP 2016.
Namun, dia mengakui jika pihaknya mengajukan dua item dalam RAPBNP 2016 yakni DKE dan dana cadangan energi melalui strategic petroleum reserve (SPR).
"Saya bersyukur dua-duanya masuk APBNP, tinggal realisasinya saja," katanya di Kompleks Istana Negara, Senin (6/6/2016).
Namun, dia menilai alokasi untuk DKE dalam RAPBNP 2016 memang masih jauh dari angka ideal, tetapi Sudirman mengungkapkan jika upaya tersebut perlu diapresiasi karena sebelumnya tidak ada alokasi untuk DKE.
Sudirman mengungkapkan kebutuhan anggaran untuk membangun SPR saja mencapai Rp23 triliun untuk lima tahun ke depan.
Selain itu, kebutuhan DKE juga bermacam-macam, mulaiu dari subsidi energi terbarukan, insentif sumber energi terbarukan dan untuk mrmbangun listruk di daerah tertinggal.
"Kita juga bangun bantalan kalau kalau harga BBM naik tinggi. Hitungannya masih dikaji tapi saya bersyukur karena DKE dan strategi stok sudah masuk ke apbnp," katanya
Sebelumnya, pemerintah akhirnya menganggarkan DKE dan SPR sebesar Rp1,6 triliun dalam Rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2016.
Usulan anggaran tersebut disampaikan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) pada Kamis (2/6) lalu. Dia mengaku telah menyediakan dana ketahanan energi dan dana penyangga BBM dengan total Rp1,6 triliun.
Berdasarkan data yang dipresentasikan Kementerian Keuangan kepada Banggar, pagu anggaran ini masuk dalam belanja non kementerian/lembaga. Rinciannya, dana DKE sebesar Rp0,8 triliun dan dana cadangan BBM sebesar Rp0,8 triliun.
Sebelumnya, pembahasan DKE sempat menuai pro dan kontra di masyarakat karena awalnya dana ini akan dibebankan kepada masyarakat melalui pungutan tanpa payung hukum yang diambil dari penjualan BBM bersubsidi dan premiun.
Tingkat pungutan Rp200 per liter untuk Premium dan Rp300 per liter untuk solar bersubsidi. Rencana ini gagal karena menuai kritik dari berbagai pihak.