Bisnis.com, JAKARTA – Uni Eropa akan mengamandemen regulasi tata niaga kayu sebagai konsekuensi pengakuan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) sebagai lisensi Forest Law Enforcement, Governance, and Trade (FLEGT).
Kesepakatan itu merupakan bagian dari perjanjian kemitraan sukarela (VPA) yang diratifikasi UE dengan Indonesia pada 2014. Pemerintah Indonesia telah lebih dahulu memberlakukan SVLK sebagai syarat ekspor seluruh produk industri kehutanan sejak April 2016.
Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Agus Justianto mengatakan UE akan memasukkan semua produk kayu yang tercakup dalam VPA melalui amandemen regulasi yang diadopsi Komisi Eropa. Selanjutnya, Parlemen Eropa serta Dewan Menteri Uni Eropa akan melakukan deliberasi selama maksimal 2 bulan.
“Setelah regulasi diberlakukan, maka operasionalnya akan berlaku di 28 negara Uni Eropa,” katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (3/6/2016).
Pertemuan Indonesia-UE terakhir dilakukan dalam forum Joint Implementation Committe (JIC) IV pada 18 Mei 2016. JIC sendiri dibentuk untuk memonitor pelaksanaan VPA oleh kedua belah pihak.
Dengan demikian, pemberlakuan resmi SVLK sebagai lisensi FLEGT terjadi pada akhir tahun. Pengakuan ini akan membuat seluruh produk kayu Indonesia tidak perlu melalui tahap uji tuntas (due diligence) atau inspeksi kepabeanan yang memakan biaya dan waktu.
Agus menuturkan selama masa transisi produk kayu Indonesia tetap harus mengikuti uji tuntas. Namun, eksportir asal Tanah Air cukup menunjukkan V-Legal atau dokumen bukti SVLK sehingga tidak harus kena pemeriksaan yang memakan waktu.
“Namun, soal bebas biaya atau tidak kami masih akan bicarakan kembali. Karena 28 negara UE punya mekanisme sendiri. Inggris misalnya masih tetapkan biaya administrasi,” ujarnya.
Kesepakatan penyetaraan SVLK dengan lisensi FLEGT dinyatakan secara bersama oleh Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker, Presiden Dewan Eropa Donald Tusk, dan Presiden Joko Widodo di Brussels, Belgia, Kamis (21/4/2016).
Kesepakatan di Brussels berselang beberapa hari setelah Kemendag merevisi Permendag No. 89/2015 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan.
Dalam beleid baru, Permendag No. 25/2016, SVLK akan kembali diwajibkan sebagai syarat ekspor untuk 15 pos tarif yang sebelumnya mendapat kelonggaran untuk tidak menggunakan sertifikat tersebut.
Permendag 89/2015 dirilis pada 19 Oktober 2015 sebagai bagian dari paket deregulasi. Sebanyak 15 pos tarif yang merupakan produk hilir dibebaskan SVLK. Sertifikat itu hanya dikenakan untuk produk-produk industri hulu.