Bisnis.com, JAKARTA – Kendati tercatat defisit senilai US$0,29 miliar pada kuartal I, neraca pembayaran Indonesia secara keseluruhan tahun ini akan positif atau surplus.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan kondisi ini wajar karena memang pada kuartal pertama surplus transaksi modal dan finansial tidak cukup menutup defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD).
“Tapi dalam perkiraan satu tahun, neraca pembayaran itu akan positif,” ujarnya saat ditemui di kantor Kemenkeu, Jumat (13/5/2016).
CAD tercatat senilai US$4,7 miliar, turun dibandingkan posisi kuartal IV/2015 senilai US$5,1 miliar. Namun, jika dibandingkan capaian pada kuartal I/2015 senilai US$4,1 miliar, CAD awal tahun ini meningkat.
Sementara, transaksi modal dan finansial tercatat surplus senilai US$4,2 miliar. Angka ini menunjukkan penyempitan bila dibandingkan surplus pada kuartal sebelumnya maupun kuartal I/2015, masing-masing tercatat US$9,8 miliar dan US$5,0 miliar.
Direktur Eksekutif Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung melihat memang ada beberapa dugaan terkait pelunasan utang luar negeri (ULN) saat ini. Pelunasan ULN tersebut lebih besar daripada penarikan.
“Pelunasan ULN lebih besar daripada penarikan, jadi nett bayar cukup besar. Artinya eksposure ULN berkurang, mungkin swasta enggak mau terbebani dengan ULN dalam kondisi saat ini,” jelasnya.
Secara keseluruhan neraca pembayaran masih sangat dinamis. Bahkan, lanjutnya, sulit diprediksi karena tergantung dengan inflow.
Menilik data yang dirilis BI, dalam pos investasi lainnya yang ada dalam transaksi finansial, ada lonjakan kewajiban dari pada aset. Kewajiban tercatat defisit US$2,4 miliar. Padahal kuartal sebelumnya tercatat surplus US$1,5 miliar. Begitu pula posisi kuartal I/2015 surplus US$7,7 miliar.
Sementara, dari CAD, memang ada potensi kenaikan seiring dengan maraknya belanja infrastruktur pemerintah. Namun, menurutnya, kondisi ini bisa dimaklumi apalagi karena belanja produktif.
“Yang penting dari sisi fundamental, gimana current account-nya,” katanya.
Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro mengatakan dalam situasi seperti ini, Indonesia memang butuh inflow. Oleh karena itu, menurutnya, kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty mampu membantu.
“Makanya kita butuh inflow, perlu TA [tax amnesty],” ujarnya singkat.