Bisnis.com, JAKARTA - Industri padat karya Indonesia membutuhkan dorongan insentif agar bisa kembali bersaing dengan industri sejenis yang kini tumbuh pesat di Vietnam.
Ketua Umum Asosisi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menjelaskan, dalam beberapa tahun terakhir kinerja industri padat karya di Vietnam telah melewati Indonesia.
Dia mengatakan, ekspor tekstil dan garmen Vietnam saat ini sudah mencapai US$30 miliar atau sekitar dua kali lipat dibandingkan dengan ekspor tekstil dan garmen Indonesia yang senilai US$14 miliar.
Kinerja industri padat karya di Tanah Air, lanjutnya, mengalami tekanan hebat dari sengketa upah minumum beberapa tahun lalu. Banyak perusahaan garmen yang tidak mampu bertahan dari lonjakan upah minumum dan terpaksa merelokasi pabrik.
"Padahal dampak ekonominya sangat besar. Coba bandingkan dengan ekspor perkebunan yang butuh lahan berkali-kali lebih luas dan penyerapan tenaga kerjanya jauh lebih sedikit," kata Hariyadi.
Dia menyambut baik langkah pemerintah menyertakan industri padat karya sebagai sektor yang bisa memanfaatkan insentif tax allowance. Insentif pajak akan memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk memperbanyak kapasitas dan menambah jumlah pekerja.
Ditegaskan, kunci daya saing industri padat karya adalah sistem pengupahan. Pemerintah harus tegas menerapkan upah minumum yang rasional dari sisi kebutuhan pekerja dan daya saing industri.
“Padat karya yang paling berpengaruh itu upah minimum. Ketika ramai-ramai upah minimum kemarin banyak yang tidak bisa bertahan. Ini sangat dinikmati oleh Vietnam,” kata Hariyadi.