Bisnis.com, PADANG—Pemerintah mendorong produk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) menyasar pasar ekspor, mengingat rendahnya porsi produk tersebut yang hanya 16% dari total ekspor Indonesia.
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan Tjahya Widayanti mengatakan pemerintah tengah membentuk bisnis agragator dengan melibatkan BUMN untuk memasarkan produk UMKM.
“Sekarang lagi digodok bisnis agregator dengan melibatkan BUMN, semacam jasa perantara begitu,” ujarnya kepada Bisnis.com, Selasa (3/5/2016)
Dia mengatakan sebanyak lima perusahaan plat merah akan menjadi agregator sebagai perantara dan menjadi pembina UMKM dalam program tersebut, sehingga memudahkan memasuki pasar ekspor.
Lima perusahaan itu adalah PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), PT Sarinah, PT Mega Eltra, PT Bhanda Ghara Reksa (BGR), dan PT Pos Indonesia.
Tjahya meyakini pemanfaatan sistem bisnis agrerator tersebut berpeluang meningkatkan akses pasar dan distribusi produk UMKM. Sebab, selama ini, pelaku UMKM seringkali terkendala lemahnya jaringan dan akses pemasaran.
“Selama ini kan persoalannya klasik saja untuk ekspor, soal modal, informasi, pemasaran, dan lain – lain. Mestinya karena pasar semakin terbuka, itu bukan lagi jadi persoalan,” katanya.
Dia mengungkapkan potensi ekspor produk UMKM masih sangat besar terutama produk berbasis lokal, seperti kuliner, kerajinan tangan, dan produk industri kreatif lainnya yang memiliki keunikan lokal.
Sayangnya potensi ekspor yang besar itu belum tergarap optimal karena masih minimnya pemahaman pelaku usaha memanfaatkan pasar yang kian terbuka, informasi, dan sistem distribusi yang semakin mudah.
Kris Sandhi Soekartawi, Konsultan Barang dan Jasa Asean Economic Community (AEC) Center Kementerian Perdagangan mengatakan peluang produk UMKM Indonesia menguasai pasar Asean terbuka lebar, asalkan mampu menghasilkan produk berkualitas dan memahami sistem pemasaran.
“Sekarang justru lebih mudah, yang paling penting adalah bagaimana meningkatkan daya saing, produk kita berpeluang menguasai pasar Asean,” ujarnya.
Menurutnya, daya saing yang harus dimiliki produk UMKM adalah kualitasnya, kuantitasnya, harga, dan standar produk.
Untuk menghasilkan produk dengan memenuhi kriteria tersebut, dia meminta peran pemerintah, pelaku usaha, dan akademisi harus sejalan.
Pemerintah baik pusat maupun daerah misalnya, mesti sinkron soal kebijakan, mampu menyediakan sarana dan prasarana memadai, meningkatkan fasilitasi perdagangan, dan memahami market research atau selera pasar.
Begitu juga dengan pelaku usaha harus memahami selera pasar, meningkatkan efisiensi dan inovasi, dan memiliki networking yang luas.
Dunia akedemis juga mesti berperan dengan memberikan rekomendasi kebijakan, melakukan kajian ilmiah terhadap produk barang dan jasa, serta membantu peningkatan mutu pendidikan dan pelatihan.