3. Inovasi Bebani Ongkos Produksi?
Bagaimanapun, tidak semua pihak memandang optimistis upaya transfer teknologi benih, apalagi yang diinisiasi perusahaan multinasional seperti Syngenta.
Kenyataannya, banyak petani menganggap inovasi itu mahal dan membebani ongkos produksi.
Belum lagi, karakter banyak petani kecil di Asia Tenggara khususnya Indonesia yang masih menganggap cara tradisional lebih ampuh karena mereka telah menjalankannya selama berdekade-dekade.
Sebagian besar petani kecil juga adalah generasi tua antara 50-60 tahun.
Ketua Asosiasi Perbenihan Indonesia (Asbenindo) Ricky Gunawan mengatakan inovasi di bidang agrikultur harus diimbangi dengan penyuluhan intensif kepada semua lini, baik produsen maupun pengguna/petani.
Sebab, setiap kali ada introduksi teknologi [perbenihan], selalu ada komplain bahwa biaya produksinya menjadi lebih tinggi. Pola pikir [petani di Indonesia] masih berorientasi pada mendapatkan hasil lebih baik dengan membayar lebih sedikit, jelasnya.
Bagaimanapun, Ricky melihat prospek pasar treated seed di Indonesia ke depannya akan sangat atraktif.
Sebab, baru 1% dari total lahan di Tanah Air yang sudah menggunakan teknologi perbenihan dengan baik dan melihat hasil nyata dari peningkatan yield.
Dari kacamata pelaku usaha, yang lebih perlu diperhatikan adalah pendekatan korporasi produsen benih kepada internal perusahaan penyalur agar terjadi keseragaman aplikasi teknologi yang dilakukan para petani. Sehingga, hasilnya pun sesuai harapan.
Setiap teknologi yang terkait benda hidup pasti perhitungan cost and benefit-nya matang. Perusahaan seharusnya diperkenalkan dengan baik, sehingga tidak terjadi kesimpangsiuran persepsi, imbuh Managing Director PT Agri Makmur Pertiwi, Junaidi Sungkono.