Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ICEES: RUU Migas Harus Tegas Utamakan BUMN Sektor Minyak & Gas

Revisi Undang-Undang No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) dinilai harus memuat ketentuan tegas jika kontrak bagi hasil (production sharing contract/PCS) perusahaan asing selesai, otomatis harus diberikan kepada perusahaan Migas milik negara.
Lapangan migas/Ilustrasi-Antara
Lapangan migas/Ilustrasi-Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Revisi Undang-Undang No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) dinilai harus memuat ketentuan tegas jika kontrak bagi hasil (production sharing contract/PCS) perusahaan asing selesai, otomatis harus diberikan kepada perusahaan Migas milik negara.

"Untuk kontrak yang habis, by default dia langsung ke BUMN, katakanlah sekarang Pertamina," kata Herman Darnel, Chairman Indonesia Counterpart for Energy and Environmental Solutions (ICEES), di Jakarta, Senin (25/4/2016).

Pemerintah bisa langsung mengambil alih asetnya karena membayar cost recovery kepada kontraktor, sehingga saat kontrak berakhir, maka aset menjadi milik pemerintah Indonesia.

"Kontrak Migas existing production sharing, itu kalau habis, sebetulnya itu milik negara, karena kita bayar cost recovery-nya ke kontraktor. Menurut saya, di aturan yang akan datang, asetnya diambil dan by default pemerintah menyerahkan aset itu ke BUMN," ujarnya.

By default, lanjut Herman, artinya tidak ada lagi negosiasi atau pembicaraan, karena aset itu sudah menjadi milik Pemerintah Indonesia dan pemerintah harus memprioritaskan mislnya Pertamina untuk mengelolanya.

Jika Pertamina atau BUMN tidak mau, pemerintah baru membuka opsi kepada perusahaan migas swasta nasional. Dan jika pihak swasta tidak mau, baru bisa diberikan ke perusahaan asing. "Dan diteruskannya bukan lagi production sharing, tapi pakai contract service, karena investasinya sudah ada, dia tinggal melanjutkan saja," ujar Herman.

Selain itu, revisi juga harus memberikan peluang yang lebih besar kepada perusahaan Migas milik negara dan swasta nasional, terutama di blok-blok Migas yang tidak sulit. Terlebih, saat ini mayoritas perusahaan asing global menguasai sektor Migas.

"Buktinya, teryata aset migas di Indonesia hanya dikuasai 20% oleh national company, baik Pertamina, Medco, dan lain-lain. Jadi, yang 80% dikuasai perusahaan migas asing. Ini (perusahaan Migas nasional) kita perbesar. Jadi ke depan, kita perlu membuat semacam aturan supaya ada insentif orang lokal menjadi kontraktor, ada semacam kemudahan atau insentif," katanya.

Ketua Umum Alumni Akademi Migas, Ibrahim Hasyim, mengatakan, Pertamina sudah mempunyai pengalaman mumpuni di bidang Migas, sehingga harus diberikan prioritas dalam mengelola blok atas lapangan.

"Pertamina sekarang sudah kuat, pengalaman sudah banyak, bahkan bukan hanya Pertamina, sekarang seluruh dunia NOC itu sudah mulai kuat. Lah beri prioritas, jangan dikasih ke orang lain," katanya.

Pemerintah bisa memberikan ke perusahaan Migas global jika blok itu memang sangat sulit dan harus mempunyai teknologi tinggi dan kesulitan lainnya. "Tapi yang mudah-mudah segala di onshore itu prioritas adalah perusahan nasional, Pertamina, dan lain-lain. Saya pikir begitu," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper