Bisnis.com,JAKARTA - Gabungan Koperasi Produsen Tahu dan Tempe Indonesia atau Gakopindo menilai pemerintah sering menggunakan data dari Badan Pusat Statistik yang tidak selamanya akurat.
Ketua Umum Gakopindo Aip Syarifuddin mengatakan data pemerintah yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan dijadikan fondasi rujukan pemerintah untuk menentukan sebuah kebijakan strategis justru sering kali tak akurat.
“Misalnya ada panen raya kedelai di Aceh. Lalu kita datang ke Aceh. Estimasi dari BPS akan mendapatkan panen kedelai misalnya 1.000 atau 2.000 ton, tapi ternyata hasilnya hanya tidak sampai jumlah tersebut,” ujarnya, dalam rilis yang diterima Jumat (22/4/2016).
Kondisi semacam itu, kata Aip, hampir terjadi di beberapa tempat di Indonesia. Dia menyebut seperti di Bantul, Grobogan, Sampang, Madura, Palembang, Lampung serta daerah lainnya yang menjadi sentra penghasi kedelai.
“Sudah beberapa daerah yang kita datangi, begitu juga teman-teman dari DPR. Hasilnya tidak sesuai dengan data yang disampaikan BPS atau Kementan,” tandasnya.
Aip mengaku tidak mengerti mengapa ada selisih antara data dan fakta yang ada di lapangan. Ia hanya diberitahu oleh pemerintah bahwa di daerah itu akan panen sekian ribu ton sehingga membuat pihaknya sering datang ke lokasi panen tersebut.
“Tapi fakta yang diberikan tidak akurat. Soal mengapa hasilnya cuma segitu atau petani tidak menikmati, kami tidak tahu. Karena sebagai pembeli, kami hanya membeli barang yang ada,” jelas dia.
Sementara itu pada tahun lalu kebutuhan kedelai nasional tercatat sebanyak 1,5 juta ton. Ketersediaan lahan yang digunakan untuk menanam kedelai makin sempit membuat suplai kedelai menjadi sangat sulit sehingga menyebabkan harga sering kali mengalami fluktuasi.
Saat ini harga kedelai per kilogramnya mencapai Rp6.100. Harga tersebut turun dibandingkan tahun sebelumnya. Namun pada saat pembatasan impor kedelai dan jagung untuk pakan ternak pada pertengahan tahun lalu ternyata sempat membuat kenaikan harga kedelai.
Disinggung mengenai pembatasan impor kedelai, Aip meminta sebaiknya sebelum mengesahkan peraturan maka harus dipersiapkan dahulu instansi yang memegang kendali. Dalam kebijakan impor tersebut ia sangat berharap pemerintah jangan bersikap langsung bertindak berdasarkan data dengan akurasi yang dipertanyakan.
”Jangan dilupakan harus ada sinergi antara pemerintah, importir, serta pengusaha tahu dan tempe,” ujarnya.