Bisnis.com, BANDUNG - Himpunan Kerukuran Tani Indonesia Jawa Barat menyatakan gabah kering panen hasil produksi petani sebagian besar saat ini lebih banyak dijual ke tengkulak akibat patokan harga Bulog lebih rendah.
Ketua Harian Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Barat (Jabar) Entang Sastraatmadja mengatakan fenomena penjualan gabah kering panen (GKP) lebih baik dijual ke tengkulak karena harga lebih tinggi. Dengan begitu, mereka bakal memperoleh keuntungan yang cukup besar.
"Sampai kapan pun kalau harga patokan Bulog tidak dievaluasi target penyerapan GKP tidak akan terpenuhi," ujarnya kepada Bisnis.com, Rabu (20/4/2016).
Oleh karena itu, Bulog harus terus berupaya meningkatkan strategi salah satunya dengan mengevaluasi patokan harga setiap tiga bulan sekali.
Bulog bisa mendesak Presiden untuk menerapkan harga patokan fleksibel agar target penyerapan GKP di tingkat petani bisa maksimal.
"Petani akan rugi kalau menjual ke Bulog. Jadi, harga patokan Bulog perlu fleksibel berdasarkan waktu dan situasi pasar," katanya.
Bulog yang masih berpedoman pada Instruksi Presiden No. 5/2015 untuk harga gabah kering panen di tingkat petani dihargai sebesar Rp3.700/kg. Harga di tengkulak jauh lebih tinggi berkisar antara Rp4.000-Rp4.700/kg.
Bulog Divre Jabar mengklaim hingga April 2016 ini, pihaknya telah menyerap 206.000 ton Gabah Kering Panen (GKP) atau setara 100.000 ton beras. Meski begitu, harga tinggi gabah di tingkat petani menjadi kendala Bulog dalam menyerap gabah maupun beras dari petani.
Kepala Bulog Divre Jabar Alip Afandi mengatakan, penyerapan gabah masih akan terus berlangsung karena belum semua kabupaten yang menjadi sentra beras di Jabar memasuki masa panen.
"Seperti Indramayu dan Subang sebagian wilayahnya masih belum panen. Panen kemungkinan besar baru akan terjadi pada Mei mendatang," katanya.