Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia membukukan nilai transaksi sebesar US$7,95 juta dalam ajang The 49th Cairo International Fair. Sebagian besar nilai transaksi berasal dari produk makanan dan minuman.
“Total trnsaksi tahun ini meningkat menjadi US$7,98 juta dibandingkan dengan transaksi tahun lalu sebesar US$8,16 juta. Artinya terjadi peningkatkan 29,23%,” kata Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kementerian Perdagangan Nus Nuzulia Ishak dalam siaran pers, Senin (11/4/2016).
Adapun, total transaksi produk terbagi dalam tiga kategori penjualan yaitu penjualan ritel senilai US$9.179, penjualan deal at the moment sebesar US$929.200, dan penjualan re-order sebesar US$5.82 juta. Selain itu, ada pula potensi permintaan perhiasan permata dan perak di Alexandria senilai US$1,2 juta.
Sementara itu, Direktur Pengembangan Promosi dan Citra PEN Merry Maryati menuturkan strategi kebutuhan pasar di Mesir adalah kunci keberhasilan pada pameran tersebut. Kali ini, produk ekspor Indonesia difokuskan pada produk makanan dan minuman. “Produk mamin saat ini dinilai sangat dibutuhkan masyarakat Mesir,” ungkapnya.
Kendati demikian, produk ekspor utama dan potensial juga dipamerkan dan memiliki peluang pemasaran di Mesir. Produk knock down furniture, obat-obatan aromaterapi, diapers, baby wet wipes juga cukup diminati.
Selain itu produk lain yang banyak dibeli a.l. produk perhiasan perak, lampu LED, oil essence, peralatan kebersihan, produk kimia material kertas, kerajinan tangan, glassware dan home appliances, tenun dan batik, serta garmen.
Atase Perdagangan Mesir di KBRI Kairo Burman Rahman banyak melakukan fasilitasi selama promosi dan transaksi. “Kami tetap berupaya memperkenalkan buyer potensial bagi eksibitor yang belum mendapatkan transaksi dagang sedangkan yang saat ini sudah mendapatkan kepastian transaksi akan kami bantu informasi mengenai regulasi dan dokumen,” katanya.
Di sisi lain, pelaku usaha juga didorong untuk berproduksi di kawasan free zone. Pasalnya, salah satu faktor yang dinilai menghambat perdagangan RI-Mesir adalah tingginya bea masuk.
“Untuk itu kami mendukung Indonesia bisa melakukan produksi di kawasan free zone sekitar Terusan Suez yang memberlakukan bebas be masuk atau paling tinggi 5%,” kata Kepala Usaha Ad-Interim KBRI Kairo Mesir Meri Binsar Simorangkir. Terlebih, jika produksi di kawasan tersebut bisa benar-benar direalisasikan maka produk yang dihasilkan dapat diekspor ke negara-negara mitra dagang utama Mesir.