Bisnis.com, JAKARTA - Pemberantasan illegal fishing dengan menggelamkan kapal harus terus digencarkan sehingga wilayah perairan Indonesia akan steril dari kapal asing yang melakukan penangkapan ikan secara ilegal.
Namun, tindakan tegas itu tidak perlu dilakukan secara emosional tanpa memiliki bukti yang kuat. Misalnya, dengan menangkap kapal asing yang sedang sandar di pelabuhan untuk kepentingan logistik.
“Petugas Ditjen PSDKP (Pengembangan Sumber Daya Kelautan & Perikanan) Kementerian Kelautan dan Perikanan jangan asal tangkap kapal perikanan asing tanpa bukti yang kuat, selama kapal tidak melanggar aturan dan memiliki izin sesuai ketentuan yang berlaku,” ujar Hanafi Rustandi, anggota Dewan Kelautan Indonesia (Dekin) melalui siaran pers, Selasa (5/4/2016).
Dia menyatakan hal itu menanggapi kasus penangkapan kapal asing di pelabuhan perikanan Bitung, Sulawesi Utara.
Menurut Hanafi yang juga Ketua ITF (International Transport workers’ Federation) Asia Pasifik, kapal jenis long line tersebut sandar di pelabuhan untuk melengkapi kebutuhan logistik selama menangkap ikan di laut.
Mereka mengambil umpan dari beberapa jenis ikan, seperti lemuru, layang, kembung, bandeng, cumi-cumi dan mackerel tuna (tongkol kecil), maupun untuk mengisi bahan bakar kapal.
Dalam operasionalnya, kapal long line ini mendapat ikan di laut dengan cara memancing. Untuk itu dibutuhkan umpan yang berkualitas bagus yang hanya bisa diperoleh di beberapa tempat tertentu, termasuk di Bitung, Sulut.
Mereka memilih sandar di Bitung, lanjut Hanafi, karena pelabuhan perikanan itu memiliki sarana dan prasarana yang relatif lengkap, termasuk umpan yang tersimpan dengan baik di beberapa cold storage setempat.
"Selain itu, Bitung juga menjadi pelabuhan singgah di wilayah utara ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) serta berdekatan dengan Samudera Pasifik dan Hindia yang merupakan area Fishing Ground internasional," paparnya.
Sonny Pattiselanno, Wakil Sekjen Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI), menambahkan penangkapan kapal di pelabuhan tanpa bukti melakukan illegal fishing bisa berujung gugatan di pengadilan oleh kapal yang bersangkutan, termasuk minta ganti kerugian selama kapalnya ditahan. "Kita tentunya tidak mau kasus kapal Hai Fa, yang bebas berlayar karena kurangnya bukti terulang kembali”, tegas Sonny.
Dalam penegakan hukum di laut, kata dia, petugas Kelautan dan Perikanan harus hati-hati, jangan bertindak gegabah. Namun demikian, ujarnya,pengawasan juga harus dilakukan lebih ketat. Semua jenis ikan hasil tangkapan harus dilaporkan, jangan sampai diam-diam langsung diekspor ke luar negeri.
"Jadi pengusaha perikanan nasional juga harus berlaku jujur dan tidak memanfaatkan kelemahan/kekurangan SDM aparat pengawas di lapangan," paparnya.
Untuk itu, Sonny menyatakan selain Bitung pemerintah perlu menetapkan beberapa pelabuhan sebagai pelabuhan transit utama bagi kapal-kapal ikan asing yang akan ke Fishing Ground internasional. Pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain Biak, Ambon, Tual, Sorong dan Merauke.