Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan akademisi, pengusaha dan pejabat otoritas publik yang tergabung dalam Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia mengkritik keberadaan Group of Twenty (G20) yang dituding tidak mampu memberikan respons kolektif atas perlambatan ekonomi global.
Dalam Dialog Publik ISEI bersama Presiden Joko Widodo, Rabu (30/3/2016), Ketua ISEI Muliaman D. Hadad menyatakan forum G20 yang awalnya dirancang untuk membentuk respons kolektif atas krisis, hingga kini belum dapat memenuhi kebutuhan negara-negara anggota.
"Kita harus menyiapkan diri untuk lebih mandiri, meski saat ini Indonesia masih dalam kondisi yang lebih baik dari kebanyakan negara di dunia. Tapi kita harus tetap membalikkan siklus, fase ini perlambatan ini," kata Muliaman yang juga Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan.
G20 sendiri merupakan organisasi 20 negara dengan produk domestik bruto terbesar di dunia. Gabungan PDB kelompok ini berkontribusi hingga 85% PDB dunia.
Dia menyebutkan, situasi ekonomi global saat ini masih bergulat dan berupaya agar dapat keluar dari pusaran krisis. Pergelutan itu ditunjukkan dari indikator pertumbuhan ekonomi sejumlah negara maju yang belum menunjukkan tanda-tanda membaik.
"Ekonomi AS menunjukkan perkembangan yang tidak sesolid perkiraan. Ekonomi Jepang dan Eropa masih berusaha keras untuk pulih. Pada saat bersamaan, China mengalami perlambatan yang sangat tajam, dari 10% ke 6%. Ini berdampak luar biasa terhadap Indonesia," paparnya.
Dia mengatakan, reformasi struktural bisa memberi peluang untuk mempersempit kesenjangan dan mendorong berbagai sektor industri yang memiliki keunggulan agar terus tumbuh.
"Kuncinya adalah bagaimana menyelesaikan masalah jangka pendek namun tetap berada pada koridor perubahan jangka panjang. Ini menjadi tantangan untuk kita. Apabila dua hal itu bisa disinergikan, maka pertumbuhan RI bisa lebih matang."