Bisnis.com, JAKARTA - Nama Cyrillus Harinowo tidaklah asing bagi mereka yang bergelut di bidang ekonomi. Dia adalah Komisaris Independen Bank Central Asia sejak 2003. Selain itu, namanya sempat dicalonkan menjadi Gubernur Bank Indonesia beberapa tahun silam meski tak terpilih.
Walaupun dibesarkan di tengah keluarga yang terbilang kurang mampu secara ekonomi, tak menghalangi Harinowo untuk menjadi sosok yang matang dan mapan. Ayahnya tergolong seorang pegawai biasa, tetapi punya impian yang besar. Sang ayah pun memprioritaskan untuk memberikan bekal berupa pendidikan yang berkualitas bagi anak-anaknya.
Orangtuanya berupaya keras agar anak-anak mereka semuanya dapat mengenyam pendidikan hingga meraih gelar minimal sarjana muda. Semangat orangtuanya tersebut turut mempengaruhi Harinowo untuk memiliki daya juang tinggi dalam meraih berbagai hal di kehidupannya.
Sebelum memasuki dunia kampus, Harinowo sempat hijrah ke Cirebon semasa Sekolah Menengah Atas (SMA), dia memilih tinggal bersama kakaknya yang sudah menikah dengan harapan kehidupannya menjadi lebih baik. Kenyataannya, suatu ketika kepala sekolahnya bahkan harus membebaskan biaya karena ketidakmampuannya membayar uang sekolah. Untungnya, prestasi yang bagus membuat anak kelima dari tujuh bersaudara itu lebih mudah mendapatkan fasilitas biaya sekolah gratis dari kepala sekolah.
Menginjak tahun kedua di SMA, dia kembali ke Yogyakarta dan melanjutkan sekolahnya. Selanjutnya, Harinowo kemudian berhasil lulus meraih gelar Doktorandus bidang Akuntansi dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Latar belakang pendidikan bidang ekonomi ini mengantarkannya kepada bidang yang dia geluti hingga saat ini. Padahal dia sejatinya tidak pernah bercita-cita menjadi ekonom.
Kenyataan yang ada memang berbicara lain dengan keinginannya, UGM justru menerimanya di jurusan akuntansi dan mau tidak mau dia harus berupaya menjalani sebaik-baiknya. Berkat perjuangannya karena tak mau mengecewakan orangtua, dia menjadi lulusan tercepat di angkatannya kala itu.
Pria ini sebenarnya pernah menyimpan cita-cita lain. “Saya punya cita-cita menjadi arsitek tetapi akhirnya berkecimpung di bidang ekonomi,” katanya.
Baginya, dalam menjalani kehidupan, seseorang memang seringkali harus mendapatkan sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginannya. Apa yang sudah direncanakan kadang-kadang jauh berbeda dengan apa yang kemudian terjadi. Namun, pada akhirnya seseorang harus menyadari bahwa apa yang sudah menjadi rencana Tuhan pastilah jauh lebih baik ketimbang rencana yang sudah disusun sendiri.
Begitu lulus dari UGM, kampus tersebut ingin meminangnya jadi dosen, tetapi pria ini merasa berat jika harus bekerja di Yogyakarta karena ingin lebih dekat dengan kekasihnya--yang saat ini menjadi istrinya--di Jakarta.
Bagaimana tidak, menjalin hubungan jarak jauh baginya telah menguras hasil keringatnya dari bekerja menjadi asisten dosen atau pekerjaan lainnya yang dijalani sembari kuliah. Karena itu, setelah lulus dia ingin tinggal satu kota dengan pujaan hatinya.
Dia kemudian menebar lamaran ke beberapa perusahaan, perusahaan pertama kali merekrutnya di Ibu Kota merupakan sebuah kantor akuntan. Baru saja memasuki hari pertama bekerja disana, dia mendapat panggilan dari perusahaan lain yaitu Unilever Indonesia.
Karena berminat berkarir di perusahaan tersebut, dia tak menyia-nyiakan panggilan dari Unilever Indonesia dan kemudian pindah ke perusahaan tersebut setelah menyelesaikan suatu proyek di kantor pertamanya. Sayang, perjalanan karirnya di Unilever Indonesia kala itu terhambat oleh suatu penyakit yang membuat pekerjaannya terganggu. Perusahaan consumer goods itu memberhentikannya.
Untunglah dia terselamatkan oleh panggilan kerja dari Bank Indonesia, di mana akhirnya dia berkarir disana selama setidaknya 25 tahun. Dia juga punya kesempatan untuk menempuh pendidikan di Amerika Serikat dan meraih gelar Master Development Economics, Center for Development Economics dari Williams College, Massachusetts. Tanpa menunggu lama, dia juga langsung melanjutkan pendidikan lagi dan berhasil meraih gelar Doktor Moneter dan Ekonomi Internasional dari Vanderbilt University, Nashville, Tennessee, Amerika Serikat.
Saat menjalani pendidikan di Amerika Serikat tersebut, hari-harinya tidak selalu mulus. Pernah suatu ketika semua mata kuliahnya mendapatkan nilai bagus, tetapi ada satu mata kuliahnya yang anjlok sehingga menghambat kelulusannya untuk program doktor.
Kala itu, sang istri yang turut diboyong ke Amerika Serikat bahkan sempat ngambek lalu pulang ke Indonesia. Hal itu dilakukan sang istri karena Harinowo sempat mengatakan anak-anaknya mengganggu konsentrasi belajar. Seiring berjalannya waktu, pada akhirnya dia kemudian tetap berhasil lulus dengan memuaskan.
Pria yang juga aktif menjadi pengajar di beberapa universitas ini juga pernah memiliki pengalaman menjadi Staf Menteri Perdagangan. Selain itu, dia pernah bertugas sebagai Alternate Executive Director dan Technical Assistance Advisor di Monetary and Exchange Affairs Department International Monetary Fund (IMF), Washington.
Saat sempat dicalonkan menjadi Gubernur Bank Indonesia, dia bersaing dengan mantan Menteri Koordinator Perekonomian Burhanuddin Abdullah dan Deputi Gubernur Bank Indonesia saat itu Miranda S Gultom.
Tak lama setelah itu, pemilik BCA mendekatinya dan akhirnya Harinowo menjadi komisaris sejak 2003. Unilever Indonesia tempatnya pernah bekerja pun menyusul mengajaknya bergabung di posisi yang sama sebagai komisaris.
Selama menapaki dunia kerja, Harinowo memang tak pernah bosan untuk belajar dan menambah wawasan. Dia juga tak sungkan-sungkan mengungkapkan ide-ide cemerlangnya, hal ini membuat orang lain lebih ‘memandangnya’. Selain merupakan seseorang yang pekerja keras, pria kelahiran Yogyakarta, 9 Februari 1953 ini juga tak menanggalkan integritas dari dirinya.
Integritas yang dia terapkan bermacam-macam, mulai dari tidak mencuri ide orang lain, juga senantiasa jujur dalam segala aspek pekerjaan. Pantas saja, pria ini sempat mencicipi berbagai posisi penting sepanjang sejarah karirnya.
Semakin bertambah usianya, semangatnya justru semakin berkobar. Di luar kesibukannya sebagai komisaris di dua perusahaan besar, pria ini juga tengah menggeluti beberapa bisnis pribadi.
Mobil untuk Menunjang Aktivitas
Sebagai seorang yang sangat aktif, penulis buku Utang Pemerintah: Perkembangan, Prospek dan Pengelolaannya ini membutuhkan mobil yang nyaman untuk menunjang hari-harinya. Pada 1985 dia berhasil memiliki mobil untuk pertama kalinya. Karir yang terbilang sukses sangat membantunya menggapai impian termasuk memiliki mobil.
Salah satu mobil andalannya adalah Mercy E400 keluaran Mercedes Benz. Baginya, Mercy adalah mobil yang memiliki prestige. Tak cuma itu, mobil tersebut juga mampu melaju pada kecepatan tinggi dan tergolong ekonomis untuk urusan bahan bakar. Dan secara umum, mobil keluaran Mercedes Benz telah menjadi semacam simbol kesuksesan seseorang.
Saat mendatangi berbagai acara, jenis mobil yang digunakan seseorang tentulah turut merefleksikan perusahaan tempatnya bernaung. Dengan menggunakan Mercy, Harinowo merasa tidak salah pilih, karena dapat menciptakan image positif di hadapan para koleganya.
Sesekali kala akhir pekan, dia juga mengendarai sendiri mobil tersebut. Untuk orang sesusianya, tentu sangat membutuhkan mobil yang mumpuni mengingat untuk menjaga kondisi fisiknya yang tak lagi muda, dalam hal ini dia pun cocok dengan Mercy. “Saya bisa terbantu dengan comfort-nya,” katanya.
Nama : Cyrillus Harinowo
Tempat, tanggal lahir : Yogyakarta, 9 Februari 1953
Pendidikan :
--Doktor Moneter dan Ekonomi Internasional Vanderbilt University, Nashville, Tennessee, Amerika Serikat (Lulus 1985)
--Master Development Economics, Center for Development Economics Williams College, Massachusetts (Lulus 1981)
--Doktorandus bidang Akuntansi Universitas Gajah Mada (Lulus 1977)
Pekerjaan:
--Komisaris Independen Unilever Indonesia (2004-sekarang)
--Komisaris Independen BCA (2003-sekarang)
--Alternate Executive Director dan Technical Assistance Advisor di Monetary and Exchange Affairs Department di International Monetary Fund (IMF), Washington (1998-2003)
--Kepala Urusan Pasar Uang dan Giralisasi dan Urusan Operasi Pengendalian Moneter Bank Indonesia (1994-1998)
--Staf Menteri Perdagangan (1988—1989)