Bisnis.com, JAKARTA – Kalangan pengusaha pengolahan kelapa mengeluhkan kekurangan pasokan bahan baku selama setahun belakangan membuat produksi dari industri penghiliran kelapa terhambat hingga 50%.
Wakil Ketua Umum Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (HIPKI) Amrizal Idroes menjelaskan bahwa kekurangan produksi buah kelapa segar terjadi secara global, sehingga membuat negara dengan industri pengolahan kelapa seperti China, Thailand dan Malaysia mencari sumber bahan baku lain.
Indonesia sendiri mengalami penurunan produksi kelapa segar hingga 30% dari 15 miliar butir/tahun. Sementara itu, kebutuhan bahan baku industri pengolahan kelapa yang hanya 7,5 miliar butir/tahun juga tidak dapat terpenuhi akibat ekspor yang terus terjadi, termasuk ekspor secara ilegal.
“Sekarang ada yang [produksi] hanya 30%, ada yang 50%. Bahkan ada yang sebulan hanya produksi empat hari. Itu sudah parah sekali. Kalau ini dibiarkan, industri ini akan kolaps. Akan sulit lagi untuk bangkit,” katanya, Rabu (23/3/2016).
Amrizal mengatakan bahwa pihaknya telah mengusulkan beberapa opsi, baik secara ekstrem untuk melarang ekspor kelapa untuk mengutamakan kebutuhan industri nasional, maupun secara lunak untuk mengenakan bea keluar maupun regulasi ekspor terdaftar.
Dia menjelaskan bahwa jika pemerintah bisa mengadang ekspor yang terus terjadi, kapasitas produksi industri pengolahan kelapa nasional bisa meningkatkan devisa hingga dua kali lipat, dari kinerja ekspor 2015 yang sebesar US$1,2 miliar.
“Dengan menjual bahan baku kan terjadi kehilangan devisa. Harusnya masuk ke kita, nilai tambah di kita, tapi justru jadi bahan baku dan dimanfaatkan Malaysia dan Thailand,” tuturnya.
Adapun produk olahan kelapa yang cukup laris diekspor antara lain minyak goreng kelapa, air kelapa, dan nata de coco,dengan negara tujuan Amerika Serikat, Eropa, Australia.
“Paling banyak Amerika Serikat. Ke seluruh dunia, pokoknya di mana yang tidak ada kelapa. Kalau santan banyak di domestik. Mungkin nilainya sekitar US$200 juta, tidak banyak,” katanya.