Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tata Kelola Tarif CDP: GINSI Desak Kemenhub Turun Tangan

Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia, GINSI, mendesak Kementerian Perhubungan turun tangan dalam tata kelola pentarifan di fasilitas pelabuhan darat-Cikarang Dry Port (CDP) Jawa Barat.
Cikarang Dry Port/Antara
Cikarang Dry Port/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia, GINSI, mendesak Kementerian Perhubungan turun tangan dalam tata kelola pentarifan di fasilitas pelabuhan darat-Cikarang Dry Port (CDP) Jawa Barat.

Hal itu diperlukan guna mendorong efisiensi biaya logistik nasional.

Sekjen Badan Pengurus Pusat GINSI, Achmad Ridwan Tento mengatakan, CDP merupakan fasilitas pelabuhan darat yang dalam operasionalnya juga mengantongi perizinan sebagai badan usaha pelabuhan (BUP) dari Kemenhub.

Menurut dia CDP seharusnya juga mengadopsi sistem dan mekanismen pentarifan jasa kepelabuhanan sesuai Permenhub No:6/2013 yang kemudian direvisi menjadi Permenhub No 15/2015 tentang Struktur, Jenis dan Golongan Tarif Jasa Kepelabuhanan.

Dalam beleid itu disebutkan, sebelum tarif disampaikan kepada Kemenhub, BUP selaku penyedia jasa juga terlebih dahulu melibatkan asosiasi pengguna jasa sesuai dengan porsinya dalam pembahasan dan penetapan tarif jasa kepelabuhanan BUP.

"Jadi sangat jelas BUP tidak bisa sepihak saja dan semestinya mengadopsi aturan Kemenhub dalam penetapan tarif," ujarnya kepada Bisnis, Senin (21/3/2016).

Ridwan mengatakan, desakan GINSI supaya tata kelola pentarifan di fasilitas CDC Jawa Barat diharmonisasikan dengan melibatkan pengguna jasa langsung melalui asosiasi terkait karena saat ini fasilitas pelabuhan darat itu diklaim sebagai penopang atau buffer area pelabuhan Tanjung Priok.

"Kalau acuan dan penetapan tarif di CDP sebagaimana yang dilakukan sepihak saat ini justru kami nilai tergolong tarif liar, karena tidak pernah melibatkan unsur pengguna jasa terkait," tuturnya.

Hal ini, kata dia, sebagai upaya mendorong program Pemerintahan Joko Widodo dalam menekan waktu inap barang impor atau dwelling time di pelabuhan tersibuk di Indonesia itu.

Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok, Fajar Dony mengatakan, sampai dengan 14 Maret 2016 dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok rata-rata mencapai 3,92 hari.

Dia mengatakan, berdasarkan data KPU Bea dan Cukai Pelabuhan Priok, rata-rata dwelling time hingga pertengahan Maret 2016 itu berasal dari pre-custom clearance 2,06 hari, custom clearance 0,42 hari, dan post custom clearance 1,44 hari.

Selama periode itu, kategori importasi jalur hijau sebanyak 52,1%, prioritas/MITA 30%, kuning 14,2% dan jalur merah 3,7%.

Sementara itu, Ketua ALFI Jawa Barat M.Nuh Nasution mengatakan, asosiasinya belum pernah diajak bicara mengenai tata kelola penarifan jasa kepelabuhanan di pelabuhan darat CDP Jawa Barat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Akhmad Mabrori
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper