Bisnis.com, SURABAYA - Sejalan dengan gaung 2016 sebagai tahun pemulihan, bisnis di sektor properti juga diyakini bakal membawa hoki terutama di Provinsi Jawa Timur.
Bank Indonesia Jawa Timur menyatakan pada triwulan-triwulan mendatang permintaan pasar terhadap properti residensial bakal menguat. Mendukung proyeksi ini, pertumbuhan harga properti residensial pasar primer triwulan pertama sebesar 4,3% diyakini sebagai bottom.
Bottom alias pencapaian terbawah mengindikasikan angka tersebut sebagai batas pertumbuhan harga paling minim sepanjang tahun ini. Pada triwulan mendatang diramalkan growth lebih tinggi seiring dengan permintaan yang bertambah.
Taufik Saleh, Kepala Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi Daerah BI Jatim, mengatakan kenaikan harga properti residensial tersebut akan terjadi karena kebutuhan yang bertambah. Peningkatan konsumsi masyarakat menjadi salah satu katalisator geliat bisnis properti.
“Triwulan 2 dan 3 tahun ini akan lebih baik, lebih ramai. Ini semacam doa agar kedepan lebih baik prospeknya,” ucap dia dalam diskusi bertajuk Berburu Hoki Properti 2016 yang digelar Bisnis Indonesia, di Surabaya, Senin (29/2/2016).
Pertumbuhan harga dinilai sebagai sinyalemen positif bagi Bank Indonesia. Hal ini disebabkan penaikan bukan berasal dari kesengajaan pengembang mengerek harga saat pasar lesu, melainkan harga menguat sejalan dengan permintaan yang menggembung.
Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dilakukan BI Jatim menyebutkan kenaikan harga properti primer terdorong laju pertumbuhan bangunan. Ini terkonfirmasi dari rasio harga tanah dibandingkan dengan harga rumah yang turun menjadi 49,9% (q-to-q) pada triwulan keempat tahun lalu.
Lonjakan harga bangunan tetap jadi menjadi penyebab terbesar kenaikan harga rumah. Belum lagi aspek kenaikan upah kerja, harga bahan bakar minyak, biaya perizinan dan penambahan fasilitas umum perumahan.
Sementara untuk properti sekunder pendorong kenaikan harga paling dominan adalah pertumbuhan harga tanah. BI mencatat kenaikan harga tanah 1,07% (q-to-q), ini disertai peningkatan rasio harga tanah dibandingkan dengan harga rumah menjadi 0,54 kali.
“Properti merupakan aset yang akan dibeli dengan pertimbangkan kebijakan tertentu sembari mempertimbangkan sisi prioritas bagi seorang konsumen,” tutur Taufik.