Bisnis.com, JAKARTA - Budi Susanto Sadiman, Wakil Ketua Asosiasi Industri Aromatik, Olefin, dan Plastik (Inaplas), mengatakan siklus tahunan impor bahan baku/penolong industri petrokimia nasional pada Januari merupakan yang terendah.
“Januari itu perusahaan tutup buku, menghabiskan sisa stok Desember. Nanti Februari atau Maret baru naik lagi. Selain itu, pembelian bahan baku kami lakukan ketika harga berada pada tren kenaikan, sementara sepanjang Januari ini harga minyak mentah terus turun,” tuturnya kepada Bisnis, Senin (15/2).
Pelaku industri petrokimia, lanjutnya, tidak membeli bahan baku ketika tren harga menunjukkan penurunan. Kendati demikian, kinerja serapan hasil produksi pada Januari tahun ini cukup tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Bahan baku industri petrokimia, lanjutnya, 100% masih impor. Dalam hal ini, industri hulu domestik 100% impor nafta. Kapasitas produksi bahan baku plastik industri hulu domestik saat ini hanya 3 juta ton per tahun, sementara total permintaan mencapai 4,7 juta ton.
“Dari kapasitas produksi 3 juta ton itu, yang beroperasi hanya 2,5 juta ton, sementara kebutuhan tidak pernah turun dari 4,7 juta ton. Apalagi tahun depan kami hitung kebutuhan bahan baku meningkatkan menjadi 4,9 juta ton,” katanya.
Oleh karena itu, lanjutnya, industri petrokimia meminta pemerintah mengalokasikan nafta dari kilang minyak di dalam negeri. Untuk menjamin pasokan bahan baku, industri petrokimia kini tengah berupaya merealisasikan investasi bahan baku dari batubara.
Jika investasi pabrik coal to metanol to olefin segera terealisasi, pada 2022 pasokan bahan baku industri plastik akan meningkat 2 juta ton.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai impor bahan baku/penolong pada Januari 2016 dibandingkan bulan yang sama tahun lalu turun 22,03%. Sementara impor barang modal juga turun 18,96%.