Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Asosiasi Industri Perlampuan Listrik Indonesia (Aperlindo) John Manopo mengatakan tutupnya pabrik Panasonic Lighting Indonesia di Pasuruan akibat perusahaan tidak melakukan inovasi produk.
Panasonic Lighting Indonesia, lanjutnya, merupakan penanaman modal asing (PMA) langsung dari Jepang sejak tahun 90-an.
“Sejarahnya mereka bangun pabrik di Indonesia khusus untuk memasok kebutuhan lampu di Jepang. Ketika itu daya saing mereka tinggi karena operasional Indonesia lebih murah ketimbang mendirikan pabrik di Jepang, tetapi saat ini mereka tidak melakukan inovasi produk,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (2/2/2016).
Fasilitas produksi yang sangat lengkap dari hulu ke hilir di Pasuruan, lanjutnya, untuk memproduksi lampu jenis LHE (lampu hemat energi) dan bohlam. Sementara saat ini konsumen Jepang telah beralih ke lampu jenis LED, akibatnya produk Panasonic tidak digunakan konsumen Jepang.
Adapun sejumlah perusahaan lampu berorientasi ekspor yang telah mendahului langkah Panasonic Lighting Indonesia adalah Philips dan Osram. Inovasi teknologi yang tidak diikuti oleh produsen menjadi faktor utama penghentian operasional.
“Ini murni fenomena bisnis. Mereka [Panasonic] tidak beralih ke LED. Kami perkirakan mereka akan menyerahkan produksi ke China, karena China merupakan produsen lampu terbesar dunia, tinggal me-rebranding dengan merek sendiri mendapatkan harga lebih murah,” tuturnya.
Menurutnya, potensi pasar lampu di Indonesia hingga saat ini sangat besar. Dengan 60 juta rumah tangga serta proyek 35.000 megawatt yang dikerjakan pemerintah, industri lampu domestik memiliki prospek yang cerah.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja (KSPI) Said Iqbal mengatakan dampak dari penutupan ketiga pabrik tersebut, sekitar 2.500 tenaga kerja harus diberhentikan. Penutupan pabrik Panasonic Pasuruan sudah diumumkan oleh perusahaan sejak Desember 2015, dan di Bekasi pada Januari.
Adapun penutupan pabrik TV Toshiba telah diumumkan sejak akhir Januari 2016. Saat ini kedua perusahaan sudah tidak melakukan produksi dan tengah menyelesaikan negosiasi uang pesangon tenaga kerja.
“Sebelumnya dua perusahaan Korea Selatan juga sudah tutup, yakni PT Samoin dan PT Starling Electronik. Dari seluruh manajemen yang kami temui, penutupan tidak terkait dengan upah pekerja, melainkan pasar domestik dan global yang lesu,” ujarnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, KSPI menilai penerbitan PP No. 78/2015 tentang Pengupahan berkontribusi terhadap penurunan daya beli masyarakat. Penaikan upah pekerja yang tidak signifikan telah melemahkan daya beli pasar.