Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Program Pensiun, Ternyata Hanya Segelintir Negara yang Siap

Kemampuan negara di Asia membuat perlindungan keuangan kepada para pensiunan lebih bervariasi dan kompleks.
Pensiun /foto reuters
Pensiun /foto reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Dunia terus disibukkan dengan kelesuan ekonomi global dan terus anjloknya harga minyak dunia. Namun, disadari atau tidak, siklus hidup manusia berpotensi besar menjadi penyebab krisis pada masa depan. Setidaknya hingga pengujung abad 21.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam risetnya memperkirakan, populasi manusia di dunia hingga 2100 bakal terus tumbuh menjadi 10 miliar orang meningkat dari populasi saat ini yang mencapai 7,3 miliar.

Pertumbuhan populasi manusia tersebut disertai dengan pertambahan jumlah penduduk usia lanjut. Masih dalam riset PBB,  jumlah manusia di atas 60 tahun atau dalam periode usia pensiun, akan meningkat dua kali lipat pada 2050 dan terus membengkak menjadi tiga kali lipat pada akhir abad ke 21.

Pertanyaan terbesar dari fenomena ini adalah siapkah pemerintah di berbagai negara di dunia menghadapi siklus kehidupan masyarakatnya ini?

Pasalnya, tak bisa dipungkiri, anggaran pensiun masyarakat adalah salah satu indikator kesejahteraan, dan menjadi faktor pendukung konsumsi domestik.

Kondisi ini secara tak langsung akan memaksa negara-negara menghadapi tantangan kebijakan dalam memastikan keberlanjutan keuangan dari sistem pensiun, sambil menjamin pendapatan yang memadai bagi mereka yang tidak lagi bekerja.

Lembaga keuangan swasta Allianz, dalam penelitian terbarunya menyebutkan, kemungkinan hanya empat negara dinilai siap menghadapi ancaman krisis akibat siklus hidup masyarakatnya. Keempatnya tersebut adalah Finlandia, Norwegia, Belanda, dan Selandia Baru.

Kepala Divisi Pensiun Internasional Allianz Asset Management Brigitte Miksa mengatakan, perusahaannya telah menganalisis keberlanjutan sistem pensiunan di 50 negara. Hasilnya, mayoritas negara-negara tersebut kurang siap menghadapi situasi penuaan masyarakatnya pada masa depan.

Prancis, Yunani, Italia dan Spanyol menjadi negara di kawasan Eropa yang dikategorikan paling tidak siap menghadapi kondisi tersebut. “Kebijakan pemerintah menanggung pensiun publik berpotensi memberi beban berat pada anggaran keuangan negara-negara tersebut di masa depan,” kata Miksa.

Data tersebut membuat negara-negara tersebut wajib menyiapkan kebijakan untuk menanggug keberlanjutan anggaran pensiun bagi penduduk usia tuanya. Padahal pada 2010, pengeluaran Uni Eropa pada sistem pensiun publik telah mencapai 11,3% dari produk domestik bruto. Angka tersebut berpotensi meningkat menjadi 12,9% dari PDB pada 2060.

Di luar Eropa, situasi serupa memiliki potensi terjadi di Jepang dan Brasil. Kedua negara tersebut, membutuhkan reformasi yang tepat dalam sistem pensiun mereka untuk mengantisipasi kerugian di masa depan.

Lainnya halnya dengan beberapa negara yang memiliki sistem pensiun publik yang menanggung pensiun masyarakat dalam nominal dan persentase yang kecil. Negara tersebut a.l. Australia, Amerika Serikat, Inggris dan Irlandia.

Sejumlah negara ini memiliki sistem pensiun yang hanya menjaga pensiunan keluar dari kemiskinan absolut. Di kawasan tersebut, pensiunan akan membutuhkan tambahan tabungan masa tua dan pendapatan guna mempertahankan standar hidup, di tengah kecilnya tanggungan pensiun dari pemerintah.

Akibatnya, negara-negara ini tak akan terlalu terbebani oleh jumlah pensiunan di negaranya yang harus ditanggung. Dalam indeks keberlanjutan penanggungan pensiun, negara-negara tersebut menempati peringkat atas.

Bagi negara-negara dengan sistem pensiun yang baik dan kecukupan pendapatan nasional, siklus penuaan masyarakat ini tidak akan menjadi ancaman besar, kecuali bagi aspek produktivitas tenaga kerja.

Dalam hal ini Belanda menjadi yang paling unggul, diikuti oleh Denmark, Norwegia, Swiss, Jepang, dan Austria. Negara-negara ini sebagian besar memberikan pensiun publik yang kuat, didukung oleh aliran pendapatan lainnya.

Pasalnya, beberapa negara tersebut memiliki kekayaan penduduk non masa pensiun yang tinggi, masa kerja yang lebih lama dan pengeluaran perawatan kesehatan yang lebih rendah.

“Data tersebut menggambarkan kemampuan pemerintah setiap negara untuk mempertahankan komitmen mereka dalam menghadapi penuaan masyarakatnya,” lanjutnya.

Situasi Asia

Sementara itu, situasi yang lebih kompleks hadir di kawasan Asia. Banyaknya negara berkembang dan munculnya kekuatan ekonomi baru di kawasan ini membuat perlindungan keuangan kepada pensiunan cenderung lebih bervariasi.

Tidak seperti di Eropa, sistem pensiun yang komprehensif di sebagian besar Asia masih memerlukan pengembangan lebih lanjut. Allianz mengingatkan, peningkatan cakupan sistem pensiun akan selalu menjadi tantangan besar.

Di Asia, aspek perlindungan sosial hampir slealu gagal mengimbangi pertumbuhan ekonomi, padahal dalam penelitian terbaru Bank Dunia, proses peningkatan jumlah penduduk usia tua paling cepat akan terjadi  di sejumlah engara Asia, terutama China. 

Bank Dunia mendesak negara di Asia agar secepatnya melakukan reformasi dan perubahan kebijakan penanganan para pensiunan. Bagi negara-negara berkembang dan negara miskin di kawasan ini, para penduduk yang telah menua akan membebani negara melalui anggaran jaminan kesehatan dan pensiun yang meningkat tajam.

"Penuaan penduduk ini mungkin akan menjadi beban dalam  mempertahankan dinamisme ekonomi di kawasan ini," kata  Axel van Trotsenburg, Wakil Presiden Bank Dunia Regional kawasan Asia Timur dan Pasifik.

Trotsenburg mengatakan, upaya ini akan menempatkan masing-masing negara mengalami pilihan kebijakan politik yang sulit, termasuk berurusan dengan risiko fiskal terkait. Namun di sisi lain, tanpa adanya reformasi, belanja pensiun di kawasan tersebut diproyeksikan akan meningkat 8%- 10% dari produk domestik bruto pada 2070.

Beruntung sejumlah  beberapa negara di benua terbesar di dunia ini telah menanggapinya dengan cukup baik. Indonesia menjadi salah satu negara yang telah melakukan reformasi sistem penjaminan pensiun masyarakatnya.

Sayang kebijakan reformasi sistem pensiun tersebut rupanya masih meninggalkan banyak kekurangan. Indonesia dinilai tidak masih kurang memperhatikan secara detail faktor lain yang memengaruhi penjaminan para pensiunan.

“Sistem terbaru Indonesia kurang mengakomodasi para orang tua yang berumur panjang, yang menyebabkan tanggungan negara semakin besar,” katanya.

Indonesia dan negara lain seperti India, Thailand dinilai memiliki penduduk usia kerja dengan nilai kekayaan yang mampu menanggung para penduduk usia lanjut. Tenaga kerja informal dan kekayaan penduduk yang tak merata masih mengintai Indonesia dan negara lainnya yang mengalami kondisi serupa.

Tak heran jika Allianz menempatkan Indonesia, India Thailand dan China, dengan peringkat kesiapan dan cakupan anggaran pensiun di posisi yang rendah. Proses reformasi perbaikan sistem pensiun yang kurang tepat di Indonesia selama ini, mau tak mau harus menempatkan Garuda di  peringkat terbawah.. (Bloomberg)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Senin (1/2/2016)
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper