Bisnis.com, GRESIK - Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menolak dituding tak setuju soal pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. Ia menegaskan, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) harus melengkapi izin usaha penyelenggara prasarana layaknya rute kereta api.
“Saya kan di PT KAI selama enam tahun dan punya jalur di sana juga. Saya selalu bilang ke pemrakarsanya, semua studi engineering, termasuk studi tanah, harus lengkap,” kata Jonan seusai peresmian Bandar Udara Harun Thohir di Bawean, Jawa Timur, Sabtu, 30 Januari 2016.
Studi tanah itu di antaranya mengenai hidrologi dan hidraulika untuk mekanika tanah. Jonan menggambarkan, daerah rencana trase pembangunan kereta api cepat itu bisa jadi merupakan daerah yang rawan longsor. Jadi studi teknik yang lengkap dibutuhkan untuk mengetahui potensi dan risiko di sana.
“Jadi kita bisa evaluasi dan diskusi bagaimana konstruksi pembangunannya dan sebagainya. Makanya izin pembangunannya belum ada. Kita lihat studinya nanti,” ucapnya.
Kementerian Perhubungan sebelumnya menyatakan pembangunan proyek kereta cepat tidak bisa dilanjutkan karena belum mengantongi izin pembangunan.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Hermanto Dwiatmoko dalam diskusi di Jakarta, Senin, 25 Januari lalu, menuturkan hal itu berdasarkan peraturan yang berlaku. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 66 Tahun 2013 tentang Perizinan Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum menyatakan terdapat sebelas dokumen yang harus dipenuhi PT KCIC.
Sebelas dokumen itu adalah surat permohonan, rancang bangun, gambar teknis, data lapangan, jadwal pelaksanaan, spesifikasi teknis, analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), metode pelaksanaan, izin lain sesuai dengan ketentuan perundangan, ada izin pembangunan, dan 10 persen lahan sudah dibebaskan.
Biaya megaproyek kereta cepat Jakarta-Bandung itu mencapai US$ 5,585 miliar atau sekitar Rp 72,605 triliun dengan kurs Rp 13 ribu. Sebanyak 75 persen atau US$ 4,1 miliar di antaranya diperoleh dari pinjaman pemerintah Cina kepada KCIC bertenor 40 tahun dengan grace period 10 berbunga 2 persen.
Konsorsium badan usaha milik negara—PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, PT Kereta Api Indonesia (Persero), dan PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero)—menguasai 60 persen saham di KCIC, sehingga mereka menanggung 60 persen atau US$ 2,5 miliar.