Bisnis.com, DEPOK- Investasi pada sektor properti di Kota Depok dinilai tidak akan terlalu signifikan, karena peraturan daerah yang mengatur ikhwal batasan luasan lahan pembangunan rumah tapak di kota tersebut masih berlaku.
Batasan lahan yang dimaksud adalah setiap pengembang hanya boleh membangun perumahan di atas lahan seluas 120 meter dan mendorong agar pengembang lebih mengutamakan perumahan vertikal.
Peraturan daerah (Perda) Kota Depok No 13/2013 tentang bangunan dan izin mendirikan bangunan yang memuat batasan pembangunan perumahan 120 meter sempat menjadi perbincangan.
Kalangan pengembang bahkan meminta perda tersebut direvisi dan dihapuskan lantaran akan mematikan sektor perumahan tapak tipe sederhana serta dinilai melanggar hak asasi manusia terutama warga berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah.
Namun, Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) No 1/2015 menyatakan aturan pembangunan perumahan di atas lahan 120 meter masih berlaku karena dinilai bermanfaat bagi lingkungan.
Ketua Kadin Kota Depok Wing Iskandar mengungkapkan batasan luasan pembangunan tersebut dinilai akan menghambat investasi dan berdampak pada tidak maksimalnya pendapatan daerah.
"Pendapatan daerah itu kan paling besar dari BPHTB, di mana orang jual beli rumah. Setiap tahun selalu begitu siklusnya. Sisanya ada di pendapatan sektor lain seperti pajak," ujarnya di sela acara Silaturahmi Wartawan Depok, Sabtu (30/1/2016).
Dia mengatakan pembangunan hunian vertikal seperti apartemen di Depok saat ini mulai gencar dan marak, lantaran didorong oleh kebijakan pemerintah daerah. Namun, kata dia, Pemkot Depok dinilai akan meraup keuntungan kecil dari pembangunan apartemen tersebut atau hanya memeroleh pendapatan dari biaya mengurus izinnya saja.
Selain itu, lanjutnya, masyarakat yang membutuhkan hunian dengan harga murah tidak akan berpeluang mendapatkannya di Depok karena rumah yang berdiri di atas lahan 120 meter harganya relatif mahal.
"Justru sekarang pengembang pada lari ke Kabupaten Bogor karena di sana masih banyak lahan untuk perumahan murah," ujarnya. Dia menambahkan seharusnya pemerintah menyediakan lahan khusus untuk pembangunan rumah agar mendukung program sejuta rumah yang digagas Presiden Jokowi.
"Tetapi kalau memang sektor properti tidak memungkinkan investor datang ke Depok, berarti memang kota ini hanya bisa andalkan investasi di sektor niaga dan jasa saja," paparnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi A DPRD Kota Depok, Hamzah mengatakan pihaknya telah memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Kota Depok untuk melakukan kajian ulang atau merevisi Perda RTRW terkait minimum luasan kavling.
Dia mengaku DPRD Kota Depok berupaya untuk meringankan masyarakat terhadap daya beli kebutuhan pokok yaitu perumahan. Sehingga, kata dia, di paripurna pihaknya memberikan rekomendasi untuk dilakukan revisi perda RTRW tersebut.
"Tetapi merevisi Perda RTRW tidak seperti kita membalikan telapak tangan atau seperti makan sambel akan langsung berasa pedas, tentunya harus melalui mekasisme dan aturan yang benar," ujarnya.
Sebelumnya, Pemkot Depok tengah mengkaji pembangunan rumah murah di atas lahan 120 meter dengan menggandeng pengembang-pengembang lokal Depok dan Kementerian PU-Pera.
Wakil Wali Kota Depok Pradi Supriatna mengatakan pihaknya akan mengupayakan untuk menyediakan lahan yang bisa diakses pengembang agar bisa membangun rumah murah. "Kita sedang inventarisir dulu kawasan mana saja yang bisa dibangun. Terutama kawasan yang harga tanahnya cocok dengan peruntukan rumah murah," paparnya.
Wakil Ketua DPRD Komisi B Kota Depok Farida Rachmayanti mengatakan peraturan pembangunan perumahan di atas lahan 120 meter tersebut hanya berlaku pada perumahan saja.
Dia mengatakan penerapan peraturan itu untuk meningkatkan ruang terbuka hijau 30% di setiap rumah. Karena, lanjutnya, apabila luasan rumah di bawah 120 meter dipastikan tidak akan cukup untuk membuka ruang hijau.
"Jika masyarakat secara pribadi memiliki lahan di bawah luasan 120 meter dan berencana untuk dibangun rumah, ya silakan saja karena ini konteksnya perumahan komersil," paparnya.