Bisnis.com, JAKARTA -- Sesuai dengan Peraturan Meteri Dalam Negeri No.89/2015 yang menghapuskan ketentuan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu, dinilai oleh pelaku usaha sebagai penghalang bagi arus distribusi ekspor bisnis mebel Indonesia.
Padahal awalnya, Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) ini diharapkan menjadi suatu mandatori yang sifatnya wajib sehingga akan mendongkrak citra produk Indonesia di mata dunia, namun yang terjadi malah penghapusan SVLK.
Menurut Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo), sebanyak 98% sudah menggunakan kayu SVLK, sisanya yang belum terdiri dari IKM atau UKM.
Yang penting adalah bagaimana membantu 2% ini bisa comply agar tidak mengganggu program [SVLK] ini.
"SVLK ini masalah kesadaran bahwa produk ini harus legal efeknya. Tahap pertama bagaimana kita stop illegal logging, dan itu sudah pernah berhasil karena pernah mandatory, "ujar Rudy T. Luwia, Wakil Ketua Umum Asmindo saat ditemui usai pertemuannya dengan Menteri Perindustrian, pada Kamis (28/1).
Di kesempatan yang sama, Ketua Umum M. Taufik Gani mengkhawatirkan akan adanya lembaga sertifikasi yang bermunculan dari luar negeri yang otomatis akan melambungkan harga.
Sekarang ada Permendag [No.98/2015], padahal kita membangun [SVLK] sudah 10 tahun. Tiba-tiba buyer mensyaratkan untuk sertifikasi lagi.
"Jangan sampai nanti begitu [Permendag No.98/2015] gugur, kita disyaratkan oleh buyer sehingga tidak bisa ekspor hampir 2 tahun," katanya.