Bisnis.com, JAKARTA – Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta mengatakan selalu ada pihak yang diuntungkan dan dirugikan setiap kali ada regulasi maupun deregulasi. Akan tetapi yang diinginkan pemerintah adalah kepentingan secara keseluruhan.
“Ini sebetulnya berkaitan dengan persaingan usaha. Tetapi kesimpulan efektifitasnya, pasti deregulasi sangat membantu karena pemerintah ini ingin memberikan kemudahan bisnis, rintangan itu ingin dihapus,” kata Tutum kepada Bisnis.com, Minggu (17/1/2016).
Tutum menilai deregulasi adalah sebuah bentuk pengakuan terhadap adanya kesalahan dari regulasi yang sudah ada. Oleh sebab itu, bagi pemerintah selanjutnya, ketika ingin mengeluarkan peraturan baru, maka harus melakukan cek dan ricek dampak gangguan aturan tersebut terhadap dunia usaha.
Pada masa yang akan datang, perlu adanya asistensi yang lebih baik dan bijak dalam penyusunan regulasi, sehingga tidak perlu ada lagi deregulasi.
Sejauh ini, menurut Tutum, efektifitas deregulasi untuk beberapa sektor sudah mulai terasa. Tetapi untuk ritel menurutnya efek deregulasi masih belum bersentuhan dengan sektor ritel. Dua rencana deregulasi untuk sektor tersebut masih dalam proses penyelesaian.
Pertama, deregulasi terkait kewajiban bagi sektor ritel untuk memiliki Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) sebelum membuka toko. Implementasi dari aturan tersebut sulit dilakukan karena hanya sebagian kecil kabupaten/kota di Indonesia yang telah memiliki RDTR. “Kami ingin mematuhi peraturan, tetapi peraturan itu tidak bisa aplikatif.”
Kedua, yaitu larangan berjualan minuman beralkohol di minimarket. Aprindo menilai bahwa regulasi tersebut tidak adil karena pelarangan hanya berlaku di minimarket, sementara bentuk ritel yang lain diperbolehkan, dan juga diperbolehkan penjual informal. Rencana deregulasi perdagangan minol menjadi salah satu mandat yang dikeluarkan dari paket kebijakan ekonomI tahap pertama. ()