Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rencana Investasi Sektor Sekunder Anjlok 24%

Kendati mengalami pertumbuhan rencana investasi sekitar 45,29% dibandingkan 2014, total rencana investasi sektor sekunder yang didominasi oleh sektor industri selama 2015 tercatat turun 24%.
Perkembangan investas di Indonesia. / Bisnis
Perkembangan investas di Indonesia. / Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA – Kendati mengalami pertumbuhan rencana investasi sekitar 45,29% dibandingkan 2014, total rencana investasi sektor sekunder – yang didominasi oleh sektor industri – selama 2015 tercatat turun 24%.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat rencana investasi di sektor sekunder baik dari asing maupun domestik pada 2015 tercatat Rp568,13 triliun, anjlok 24% dari capaian rencana investasi tahun sebelumnya Rp744,88 triliun.

Namun, sektor sekunder masih meraup sekitar 30,7% dari total rencana investasi tiga sektor utama Rp1.847,77 triliun. Rencana investasi masih dominan di sektor tersier yakni sekitar 63,49% atau sekitar Rp1.173,29 triliun.

Pada saat yang bersamaan, empat bidang usaha di sektor sekunder justru menunjukkan peningkatan. Keempat bidang usaha tersebut yakni industri makanan (342%), industri kulit, barang dari kulit, dan sepatu (136%), industri tekstil (68%), dan industri mineral non logam (22%). 

Kepala BKPM Franky Sibarani mengatakan pertumbuhan investasi khusus di sektor sepatu dan tekstil menjadi sinyal positif bagi upaya pemerintah untuk mendorong investasi di sektor padat karya. Apalagi beberapa program telah diluncurkan tahun lalu untuk menyasar keringanan beban di dua industri ini.

“Angka rencana investasi yang tumbuh mengindikasikan program dan kebijakan yang sudah dikeluarkan pemerintah diterima baik oleh investor di kedua sektor tersebut,” ujarnya, Rabu (6/1/2015).

Menurut Franky, angka investasi dari sektor tekstil tersebut merencanakan menyerap 101.000 tenaga kerja, sedangkan dari sektor sepatu sebesar 77.000 tenaga kerja. Realisasi dari rencana investasi tersebut, sambungnya, diharapkan mampu berkontribusi terhadap upaya penciptaan 2 juta lapangan kerja yang ditargetkan terwujud pada tahun ini.

Dari angka rencana investasi sektor tekstil senilai Rp13,1 triliun ini, porsi asing masih mendominasi dengan nilai Rp7,7 triliun (58%). Sementara, kontribusi dari domestiknya mencapai Rp5,4 triliun (42%). Untuk sektor sepatu, kontribusi terbesar juga dari investasi asing dengan nilai mencapai Rp4 triliun (95%). Selebihnya, dari sisi domestik senilai Rp266 miliar (5%).

Mantan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia ini menyampaikan upaya pemerintah mendorong investasi padat karya tercermin dalam beberapa paket kebijakan yang telah dirilis. Salah satunya yakni paket ekonomi jilid III tentang diskon tarif hingga 30% untuk pemakaian pukul 23.00-08.00 dan penundaan pembayaran hingga 40% untuk industri padat karya dan industri berdaya saing lemah.

Tidak hanya itu, paket ekonomi jilid IV tentang Peraturan Pemerintah No. 78/2015 yang memberikan kepastian formula pengupahan bagi investor, paket jilid VII tentang tax allowance, serta subsidi pajak penghasilan (PPh) 21 sebesar 50% untuk sektor padat karya juga menjadi stimulus.

“Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan secara khusus untuk membantu sektor padat karya tersebut, dapat mendorong  investasi di sektor tekstil dan sepatu tetap berkembang di masa mendatang,” katanya.

Realisasi investasi Januari-September 2015 mencapai Rp400 triliun, meningkat 16,7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, senilai Rp342 triliun. Realisasi investasi tersebut sudah mencapai 77% dari target realisasi investasi tahun 2015 Rp519,5 triliun.

Dimintai tanggapan, ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Eko Listyanto menilai jatuhnya rencana investasi di sektor sekunder memang imbas dari perlambatan ekonomi. Namun, masih tumbuhnya beberapa industri, terutama tekstil dan sepatu menjadi sinyal positif karena mampu menciptakan tenaga kerja.

Namun, ke depannya pemerintah juga harus lebih fokus dan mestimulus industri yang berbasis agro. Langkah ini, sambungnya, sejalan dengan banyaknya bahan baku yang bisa diambil dari dalam negeri. Pada gilirannya, kebijakan ini juga mampu menekan impor.

“Jadi memberikan nilai tambah dari bahan baku kita sendiri. Selain itu, agro kan mampu menyerap banyak tenaga kerja,” tuturnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper