Bisnis.com, JAKARTA - Semangat Mempersempit Disparitas Ekonomi Tahun 2015 merupakan tonggak penting bagi pembangunan infrastruktur di penjuru Nusantara. Setidaknya, ada semangat mempersempit disparitas ekonomi antarwilayah.
Denyut pembangunan dimulai dari utara Pulau Sumatra.
Tahun 2015 dibuka dengan peresmian Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei. Sei Mangkei merupakan KEK pertama di Indonesia. Sejak ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah No.29/2012, tepatnya 27 Februari 2012, barulah pada 27 Januari 2015 Sei Mangkei diresmikan oleh Presiden Joko Widodo.
Fokus utama pengembangannya adalah industri hilirisasi kelapa sawit dan karet. Keduanya menjadi komoditas alam andalan Sumatra Utara. Pembangunan infrastruktur di Sumatra Selatan juga tak kalah bergairah. Apalagi, pada tahun ini, Sumsel terpilih secara resmi menjadi tuan rumah Asian Games 2018 mendampingi DKI Jakarta.
Untuk mendukung perhelatan kompetisi olah raga terbesar di Asia itu, pemerintah provinsi maupun pusat terlihat serius membangun infrastruktur hingga moda transportasi baru, sebut saja percepatan proyek jalan tol Palembang—Indralaya, dan proyek kereta api ringan (light rail transit /LRT) yang ditaksir menelan investasi sekitar Rp7 tri liun.
Denyut pembangunan infrastruktur itu terasa kencang memasuki semester II/2015. Meski semangat menuju Asian Games terasa kental, namun Sumsel juga masih diterpa bencana ekologis kabut asap yang sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Fenomena serupa juga terjadi di Jambi, Riau, hingga Kalimantan.
Ketersediaan infrastruktur fisik jelas-jelas menjadi kebutuhan paling dasar, apa lagi bagi daerah-daerah di Kalimantan. Ketiadaannya menghambat kelancaran arus barang terutama hasil produksi karet dan CPO. Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, misalnya, dan pemerintah pusat mengerjakan pembangunan jalan poros nasional Tayan—Sosok—Sanggau yang meng hubungkan dengan Malaysia dan Kalimantan Tengah.
Berikutnya, adalah jembatan Tayan yang menghubungkan antardaerah dalam provinsi seperti Pontianak—Ketapang dan Provinsi Kalteng. Jembatan itu akan memperpendek arus lintas orang dan barang sebelumnya meng gunakan kapal bandong yang memakan waktu lama.
Di Sulawesi, denyut pembangunan juga dipacu. Untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi bisa tetap di atas 7%, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melakukan sejumlah langkah strategis, salah satunya meningkatkan kinerja konsumsi pemerintah dan investasi dengan mengadakan percepatan pembangunan infrastruktur.
Berbagai proyek infrastruktur yang digarap Pemprov Sulsel sepanjang tahun ini antara lain proyek Kereta Trans Sulawesi, Makassar New Port, Bypass Mamminasata, PLTU Jeneponto, pembangunan tiga smelter di Kabupaten Bantaeng, Wisma Negara, dan berbagai proyek lainnya.
Sejumlah langkah tersebut berhasil menahan perlambatan ekonomi sehingga tidak turun lebih dalam. Percepatan pembangunan infrastruktur juga berhasil memacu laju pertumbuhan sektor konstruksi yang tercatat tumbuh 8,58% (yoy) atau meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan II/2015 yakni 5,32%.
Banyaknya proyek infrastruktur berskala besar di Sulsel diperkirakan masih akan menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi dan investasi di Sulsel. Bank Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan IV/2015 masih akan berada pada kisaran 7%-8%.
Pemerintah juga telah melakukan sejumlah langkah strategis untuk mengatasi penurunan nilai ekspor dengan melaksanakan program ekspor tiga kali lipat yang dicanangkan pada Agustus 2015 yang dihadiri oleh Presiden Joko Widodo.
Pada tahap awal pelaksanaannya, sedikitnya ada 27 produk komoditas unggulan yang dikirim ke 24 negara tujuan secara sekaligus dengan nilai transaksi ditaksir mencapai Rp1,21 triliun.
Program yang dijalankan atas inisiasi Pemprov Sulsel dan para pelaku usaha tersebut diprediksi mampu menggenjot pertumbuhan ekonomi Sulsel. Akan tetapi, jalan yang harus ditempuh untuk mewujudkan cita-cita ekspor tiga kali lipat tidaklah semudah yang dibayangkan.
Nilai ekspor Sulsel pada triwulan III/2015 justru mengalami penurunan 7,22%, lebih dalam dari kontraksi pada triwulan II/2015 yang tercatat mencapai 2,66% (yoy). Faktor utama penyebab penurunan kinerja ekspor Sulsel ialah menurunnya ekspor nikel dan penurunan ekspor beberapa komoditas unggulan lainnya seperti rumput laut, olahan kakao, dan udang.
Untuk menunjang aktivitas ekspor ber -bagai komoditas unggulan dari Sulsel, di pengujung 2015, PT Pelindo IV sebagai operator pelabuhan Soekarno Hatta Makassar mulai membuka jalur pelayaran laut untuk kegiatan ekspor dan impor langsung atau direct call dari Makassar ke Hong Kong dan Dili.
Melalui direct call, biaya pengiriman bisa terpangkas hingga 15%, penurunan biaya pengiriman itu diharapkan mampu membuat harga komiditas ekspor Sulsel mampu bersaing di luar negeri.
JAWA-BALI
Sementara itu, kendati tren perekonomian te ngah melambat, pembangunan tetap di -pacu di Jawa dan Bali sebagai bekal lompatan untuk tahun-tahun ke depan. Banten, misalnya, tidak pernah bisa dipisahkan dari kiprah industri pengolahan. Keduanya seperti magnet yang tarik menarik satu dengan yang lain. Industri gembur maka ekonomi subur.
Pertumbuhan bisnis di sektor pengolahan terkait pula dengan iklim penanaman modal. Betapa tidak, kapital yang mengalir ke Banten banyak masuk ke industri pengolahan nonmigas khususnya manufaktur.
Sejauh ini Provinsi Banten ber hasil mempertahankan posisinya dalam cakupan lima besar pendulang investasi selama Januari—September dengan perolehan Rp28,2 triliun.
Dari Jawa Barat, pembangunan ditandai oleh pengoperasian Jalan Tol Cikopo-Palimanan sepanjang 116,75 km di Kabupaten Purwakarta Jawa Barat. Tol itu menghubungkan daerah Cikopo (Purwakarta) dengan Palimanan (Cirebon) Jawa Barat.
Di samping itu, Asian Development Bank mengucurkan hibah senilai US$300.000 kepada Pemprov Jabar guna memuluskan rencana penerbitan obligasi daerah. Pembiayaan itu jelas akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur di Jabar.
Jawa Tengah juga menjadi salah satu lokasi favorit bagi investor untuk membenamkan modalnya. Jateng yang memiliki luas wilayah 3,25 juta hektare itu setiap tahun menikmati lonjakan nilai investasi minimal 5%-10%.
Mengacu data Badan Penanaman Modal Daerah Jateng, nilai investasi pada 2015 dipatok Rp30 triliun atau lebih tinggi ke -timbang tahun sebelumnya yang hanya Rp119 triliun. BPMD menyakini realisasi nilai inves-tasi pada 2015 bakal melampaui target seiring dengan masuknya perusahaan besar mendirikan pabrik di wilayah ini. Ambil contoh, salah satu perusahaan penyedia jasa telekomunikasi, PT XL Axiata Tbk. mengeluarkan dana senilai Rp10 triliun untuk pengembangan jaringan baru.
Belum lagi, investor dari Korea Selatan mengeluarkan dana US$50 juta atau setara Rp70 miliar dengan asumsi rupiah di angka Rp14.000 untuk membuka usaha baru yang memproduksi sepatu di wilayah Salatiga.
Di beberapa lokasi lain, antara lain di Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Batang dan Kabupaten Kendal juga banyak industri baru yang sudah berdiri dan berencana membangun pabrik baru di daerah tersebut. Ketertarikan investor itu karena melihat investasi di Jateng lebih murah dibandingkan di wilayah Jawa Barat dan sekitarnya, mulai dari upah buruh hingga harga lahan.
Jaminan kehadiran infrastruktur yang memadai, terutama pasokan listrik, dinilai menjadi salah satu daya tarik utama Jateng. Sejumlah pelaku usaha bahkan menyebut-nyebut Jateng sebagai salah satu primadona tujuan investasi padat karya.
Sementara itu, kendati banyaknya kejadian yang mengancam industri di Jawa Timur, ambisi Gubernur Soekarwo menjadikan Jatim sebagai provinsi Industri tidak terkikis. Bahkan, pengembangan sektor industri disebut-sebut mampu mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Jatim di atas 6% pada 2016.
Berbagai solusi digagas untuk menghidupkan kembali sektor industri yang terpukul. Pertama yaitu pembenahan hasil kualitas sektor industri mikro padat karya. Kedua , penggunaan sistem mekanisasi. Namun poin ini harus ditelaah lebih lanjut terkait dengan isu pengangguran akibat PHK massal. Nantinya, akan ada skema pembiayaan yang jelas sehingga tenaga kerja yang terampil dan terlatih tetap terserap tetapi dengan nilai efisiensi yang tinggi.
Adapun yang ketiga adalah penentuan harga produk murah ketika dipasarkan. Optimisme ini membuncah tatkala produksi industri manufaktur mikro dan kecil di Jawa Timur pada kuartal III/2015 mencatatkan pertumbuhan 0,96% dibandingkan de ngan kuartal sebelumnya.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur menyebutkan pertumbuhan year on year (yoy) tercatat mengalami kenaikan 9,25% dibandingkan dengan kuartal yang sama tahun lalu.
Masih mengutip data yang sama, produksi sektor industri manufaktur sedang dan besar pada kuartal III/2015 naik 1,27% dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.
Ada pun pertumbuhan industri sedang dan besar tumbuh 8,63% dibandingkan dengan kuartal yang sama pada 2014 (yoy). Selain itu, stabilnya kondisi politik di regional Jatim diklaim menjadi tolok ukur ber kembangnya sektor industri pada tahun depan.
Hal itu terlihat dari suksesnya penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak yang digelar awal Desember lalu. Kondisi tersebut otomatis membawa iklim segar kepada investor bahwa investasi di Jatim tergolong aman.
Upaya pemerintah provinsi Jatim menjadikan provinsi setempat sebagai basis industri juga ditopang beroperasinya ka -wasan industri di beberapa kota/Kabupaten se perti Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) Di Gresik.