Bisnis.com, JAKARTA – Kalangan pelaku usaha industri pengolahan daging bak mendapat angin segar setelah Kementerian Pertanian belum lama ini membuka impor lima jenis daging variasi melalui penerbitan Permentan Nomor 58 Tahun 2015 tentang Pemasukan Karkas, Daging, dan/atau Olahannya ke dalam Wilayah RI.
Beleid tersebut dinilai merupakan upaya relaksasi dari Kementan yang sebelumnya melalui Permentan 139 tahun 2014 telah membatasi impor daging variasi dari sapi dan lembu hanya pada dua item yaitu buntut dan lidah. Saat ini, importir dapat mengimpor buntut, lidah, daging bibir, pipi, dan urat.
Ketua Umum Asosiasi Industri Pengolahan Daging Indonesia (AIPDI) Ishana Mahisa menyampaikan dengan dibukanya impor lima jenis daging variasi tersebut, maka pelaku industri dapat mengakses daging impor lebih banyak, bahan baku lebih terjamin, dan menghasilkan produk dengan harga yang lebih kompetitif.
“Januari nanti MEA [Masyarakat Ekonomi Asean]. Nah relaksasi yang dilakukan Kementan ini memberikan relaksasi bagi industri hilir yang pertumbuhannya luar biasa. Sulit kalau bahan bakunya tidak tersedia,” jelas Ishana dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (23/12/2015).
Ishana mengatakan selama ini industri mengimpor hampir 90% kebutuhan daging untuk industri mereka, dengan menyerap terlebih dahulu 0,5%-3% daging lokal. Kendati demikian, daging lokal jumlahnya amat terbatas dan harganya jauh lebih mahal.
AIPDI atau National Meat Processors Association (NAMPA) kini memiliki 33 anggota tetap yang memproduksi daging industri seperti bakso, sosis, beef bacon, dengan pangsa pasar mencapai 85% dari total kebutuhan daging industri nasional.
Total kapasitas produksi seluruh perusahaan pengolahan daging yang memasok produk mereka ke hotel, catering, dan restoran ini yaitu 220.000 ton per tahun, atau sekitar 76% dari kapasitas total produksi sebesar 290.000 ton per tahun.
Data AIPDI mencatat sepanjang tahun ini anggota asosiasi mengimpor daging sebanyak 21.700 ton dari total kebutuhan sebesar 22.500 ton. Dengan asumsi pertumbuhan industri sebesar 7%-8%, kebutuhan daging untuk bahan baku tahun depan diprediksi mencapai 24.000 ton.