Bisnis.com, JAKARTA—Pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) bermasalah alias non-clean and clear (CnC) bisa molor hingga pertengahan tahun depan akibat tertundanya penerbitan payung hukum.
Penerbitan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tentang pedoman pencabutan IUP yang awalnya ditargetkan terbit akhir November atau awal Desember 2015 diundur hingga awal tahun depan. Adapun dalam regulasi itu, gubernur yang berwenang untuk melakukan pencabutan akan diberi waktu 3--6 bulan setelah aturan itu terbit.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan penerbitan beleid tersebut ditunda lantaran adanya pemilian kepala daerah (pilkada) di sejumlah provinsi. Pasalnya, Kementerian ESDM akan menunggu adanya gubernur definitif pasca pilkada tersebut.
Menurutnya, pemerintah masih memiliki cukup waktu untuk menunda hingga awal tahun depan. “Nunggu ada gubernur definitif. Mungkin [terbit] nanti awal tahun,” katanya.
Kepala Biro Hukum dan Humas Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Heriyanto mengatakan draf peraturan tersebut sudah selesai dan telah diserahkan ke bagian Biro Hukum Kementerian ESDM untuk difinalisasi.
"Kami sudah kirim ke biro hukum ESDM untuk difinalisasikan dan ditandatangani oleh Menteri ESDM," katanya. Dia mengatakan pencabutan IUP non-CnC tersebut sebenarnya diharapkan selesai dilakukan gubernur pada akhir tahun ini. Namun, hal tersebut sudah tidak mungkin terealisasi.
Menurutnya, sebanyak 3.960 IUP yang masih berstatus non-CnC belum tentu semuanya akan dicabut. Gubernur akan menyortir mana saja IUP yang masih bisa berubah statusnya dan mana saja yang harus dicabut.
Jika status non-CnC tersebut disebabkan kelalaian dalam memenuhi kewajiban keuangan seperti membayar royalti atau iuran tetap, pemegang IUP yang bersangkutan akan menerima surat teguran terlebih dahulu. Apabila setelah tiga kali teguran perusahaan belum juga melunasi kewajibannya, maka IUP-nya baru bisa dicabut.
Lain halnya jika kasus yang terjadi adalah tumpang tindih lahan. Dalam hal ini, dipastikan akan ada IUP yang langsung dicabut. "Misalkan tumpang tindih, kita lihat mana yang duluan ada di situ. Gak mungkin dicabut semua dan lahannya jadi kosong," katanya.
Heriyanto menjelaskan apabila setelah lewat batas waktu pencabutan IUP gubernur masih belum melakukan tindakan, maka gubenur yang bersangkutan harus siap menerima sanksi.
Adapun aturannya sedang dipikirkan oleh pemerintah. Yang jelas, dalam hal pengenaan sanksi pada gubernur, kewenangannya ada pada Kementerian Dalam Negeri. "Tentunya akan ada sanksi teguran dulu. Lebih lanjut bisa saja dana pembangunan daerahnya atau dana bagi hasil distop," tuturnya.
Heriyanto memperkirakan akan ada banyak gugatan yang dilayangkan kepada pemerintah oleh perusahaan yang IUP-nya dicabut. Namun, dia yakin Permen baru tersebut nantinya bisa menjadi landasan yang kuat bagi pemerintah untuk menghadapi gugatan tersebut. []