Bisnis.com, JAKARTA - DPR meminta PT Angkasa Pura II tidak terburu-buru melakukan uji coba skema first in first out atau FIFO di dalam pengelolaan taksi di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng.
Jika perlu, Angkasa Pura II diminta terlebih dahulu mengaudit standar pelayanan taksi bandara.
"Harus ada standar pelayanan (taksi bandara) yang harus diaudit terlebih dahulu oleh Angkasa Pura II," kata Ketua Komisi V DPR, Farry Djemi Francis dalam keterangan tertulis, Senin (14/12/2015).
Farry menuturkan skema FIFO memang bagus untuk diterapkan di bandara, tapi negara-negara yang sudah menerapkan skema taksi FIFO terlebih dahulu membenahi standar pelayan dan memiliki prosedur tetap (protap) sendiri.
Dengan demikian, jika pada kemudian hari terjadi masalah, penyelenggara bandara memiliki acuan untuk menyelesaikan hal tersebut.
"Memang di beberapa bandara international sudah menerapkan skema FIFO, tapi protap standar pelayanan taksi juga harus dikontrol, termasuk kalau ada pengaduan. Saya kira standar pelayanan taksi di bandara harus dibenahi lebih dahulu oleh Angkasa Pura II, baru menerapkan FIFO," ucapnya.
Farry mengusulkan Angkasa Pura II harus melakukan audit standar pelayanan taksi khusus bandara terlebih dahulu, karena taksi bandara adalah bagian dari pelayanan.
Sebelumnya, jika tidak ada aral melintang, rencananya "skema bebek" untuk antrean taksi tersebut bakal diujicobakan pada akhir Desember 2015.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) telah meminta Angkasa Pura II tidak menerapkan skema FIFO di dalam pengelolaan taksi di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Pasalnya, standar pelayanan operator taksi di Indonesia masih belum merata.
Tulus Abadi, anggota pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), mengatakan pada prinsipnya reputasi operator taksi di Indonesia belum merata, sehingga dikhawatirkan akan merugikan konsumen.
Jika skema FIFO ini tetap diterapkan di Bandara Soekarno Hatta, ucapnya, Angkasa Pura II bisa dianggap merenggut paksa hak memilih layanan taksi setiap calon penumpang yang ada di bandara.
"Hak memilih konsumen untuk pelayanan taksi sama saja dilanggar jika skema FIFO diterapkan Angkasa Pura II. Saya kira belum waktunya Angkasa Pura II menerapkan skema FIFO ini," kata Tulus.
Tulus mengatakan sebelum menerapkan skema taksi FIFO atau kerap disebut skema "bebek", seharusnya Angkasa Pura II terlebih dahulu memasang standar layanan yang jelas juga tinggi untuk tiap operator taksi yang beroperasi bandara.
"Mengingat Bandara Soetta adalah pintu masuk internasional, maka layanannya termasuk taksi harus menjadi acuan bagi bandara-bandara lain di Indonesia."
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagyo mengatakan masyarakat akan memilih taksi yang telah dikenal memiliki kualitas layanan baik demi kenyamanan dan keamanan mereka.
Sementara itu, sistem FIFO mengharuskan masyarakat untuk naik taksi apa pun yang datang terlebih dahulu ke area pengangkutan penumpang di bandara.