Bisnis.com, JAKARTA Bank Indonesia melihat perekonomian global tahun depan masih akan dihadapkan dengan ketidakpastian yang tinggi, bahkan ada potensi menjadi semakin kompleks.Ketidakpastian tidak hanya bersumber dari risiko yang telah diidentifikasi (known-unknown), tapi juga berasal dari sesuatu yang belum terpikirkan sebelumnya (unknown-unknown).
Dalam pertemuan tahunan Bank Indonesia 2015, Selasa malam (24/11/2015), Gubernur Bank Indonesia menyatakan setidaknya ada tiga risiko utama yang perlu diantisipasi dan disikapi.
Pertama, prospek pertumbuhan ekonomi global 2016. Walau diperkirakan membaik menjadi 3,5%, masih ada risiko proyeksi itu masih lebih rendah. "Risiko koreksi akan terjadi terutama apabila pemulihan ekonomi China dan negara berkembang lainnya tidak sesuai harapan," ujarnya.
Proses rebalancing ekonomi China dari perekonomian berbasis investasi ke konsumsi akan memakan waktu yang cukup lama sejalan dengan perkembangan demografi yang tengah memasuki aging population. Kondisi ini membawa risiko masuknya era new normal ekonomi China di kisaran 6,5%-7%.
Kedua, penurunan harga komoditas diperkirakan masih akan berlanjut pada 2016 sejalan dengan berakhirnya super-cycle harga komoditas. Ketiga, dampak global yang dapat ditimbulkan oleh proses normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat, baik dari sisi timing maupun besaran perubahan Fed Funds Rate (FFR).
Selain ketiga risiko tersebut, Agus mengatakan Indonesia harus terus mencermati dinamika global lainnya, termasuk konstelasi kebijakan ekonomi yang menjurus pada upaya meningkatkan daya saing melalui mata uang (currency war).