Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku industri menilai sektor industri plastik masih lemah dengan ketergantungan terhadap bahan baku impor yang mencapai 50% serta infrastruktur yang mengerek ongkos produksi.
Direktur Eksekutif Federasi Pengemasan Indonesia Henky Wibawa mengatakan bahwa sebagai industri yang 63% menggunakan bahan baku plastik, pihaknya sangat bergantung dari impor untuk menyeimbangi kebutuhan dari pertumbuhan industrinya.
“Bahan baku plastik kita tidak mencukupi, 50% harus impor dari Timur Tengah, Singapura, China dan Korea. Padahal diperkirakan kebutuhan akan naik, dari yang sekarang berkisar 2.500 ton hingga 3.000 ton per tahun,” ujarnya di sela acara Pameran Plastics & Rubber Indonesia 2015, Rabu (18/11/2015).
Menurutnya, hal ini bukan hanya dipengaruhi oleh faktor global, namun juga faktor internal seperti lemahnya infrastruktur nasional yang membuat daya saing industri melemah. Hal ini membuat biaya logistik menjadi mahal.
“Perbedaan biaya logistik di China itu berkisar 8% dari biaya produksi, kalau di Indonesia itu bisa sampai 18%. Itu karena infrastruktur yang belum bagus,” katanya.
Fajar Budiyono, Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas), mengatakan bahwa kendala infrastruktur juga dirasakan oleh pelaku industri hulu plastik. Menurutnya ongkos untuk pendistribusian barang menjadi meningkat dengan traffic transportasi serta infrastruktur yang tersedia saat ini.
“Distribusi itu kebanyakan di Jawa. Nah, di Jabodetabek ini padat sekali. Jadi yang dulunya bisa hanya 20 jam sampai, sekarang lewat 30 jam. Ini kan ongkosnya lebih besar. Diharapkan ini bisa dipecahkan, baik dengan tol laut maupun kereta barang yang diperbanyak,” ujarnya.