Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perlambatan Ekonomi, Penjualan Mesin Manufaktur Impor Turun 40 Persen

PT Jaya Metal Teknika, distributor mesin manufaktur, optimistis perlambatan ekonomi saat ini tidak akan seburuk krisis ekonomi pada 1998.
Presiden Direktur PT Jaya Metal Teknika Djunaidi Herman Hendro/JIBI
Presiden Direktur PT Jaya Metal Teknika Djunaidi Herman Hendro/JIBI

Bisnis.com, JAKARTA -  PT Jaya Metal Teknika, distributor mesin manufaktur, optimistis perlambatan ekonomi saat ini tidak akan seburuk krisis ekonomi pada 1998.

Sebaliknya, Presiden Direktur PT Jaya Metal Teknika Djunaidi Herman Hendro meyakini penjualan produk mesin untuk kebutuhan industri dalam negeri akan tumbuh pada 2016.

"Penjualan mesin manufaktur turun hingga 40% pada tahun ini akibat perlambatan ekonomi dan turunnya rupiah terhadap dolar AS. Namun, kami yakin penjualan bisa tumbuh 20% pada tahun depan, karena industri otomotif masih tumbuh," ungkapnya dalam keterangan resmi.  

Dia menambahkan begitu nilai tukar rupiah kembali menguat terhadp dolar AS pembeli lokal mulai mempertimbangkan untuk kembali membeli mesin manufaktur impor.

Dia menjelaskan kondisi saat ini berbeda dibandingkan dengan krisis 1998. Pada saat itu, ujar Djunaidi, penjualan mesin impor baru pulih dalam tiga tahun.

"Pada saat krisis 1998 penjualan zero dan butuh tiga tahun untuk kembali normal."

Sebaliknya, sambungnya, dalam beberapa bulan ke depan penjualan mesin manufaktur impor akan kembali berangsur pulih.

PT Jaya Metal Teknika, ujar Djunaidi, menjual mesin manufaktur impor dari beberapa negara, yakni mayoritas dari Taiwan sebesar 80%, Jepang (15%), dan Eropa (5%).

Dia mengungkapkan selain memasok kebutuhan industri otomotif, sejumlah mesin asal Taiwan juga dipasok untuk pabrik makanan dan minuman, pabrik kelapa sawit, dan tambang batu bara.

Djunaidi menjelaskan perusahaanya mempunyai sekitar 200 pelanggan perusahaan besar di Indonesia.

"Kami mempertimbangkan untuk membangun pabrik mesin manufaktur di Indonesia. Sejumlah investor asing sudah tertarik, tetapi kami perkirakan baru bisa terealisasi dalam waktu lima tahun hingga 10 tahun ke depan," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper