Bisnis.com, MANILA - Isu mengenai Trans-Pacific Partnership (TPP) tanpa diduga mengemuka dalam perhelatan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) 2015.
Namun, Filipina sebagai tuan rumah menolak membahas TPP dalam pertemuan ini.
Pembahasan tentang TPP kembali menguat setelah dalam kunjungannya ke Gedung Putih, Presiden Joko Widodo secara terbuka menunjukkan minat untuk bergabung dalam kerja sama lintas-benua tersebut.
Charles Jose, Asisten Menteri Luar Negeri Filipina dan Juru Bicara APEC 2015, menyatakan tuan rumah menyangkal adanya agenda TPP dalam gelaran APEC 2015. Menurutnya, jadwal pemimpin ekonomi anggota APEC sangat padat.
Menurut rumor yang beredar di kalangan wartawan, delegasi Amerika Serikat akan mengagendakan dialog tertutup bersama anggota dan calon anggota TPP lainnya di sela-sela Pertemuan Puncak APEC 2015.
"Kami tidak bisa mengonfirmasi ada pertemuan dan agenda para anggota TPP karena kami bukan anggota. Saya juga tidak melihat ada jadwal pertemuan TPP bagi para pemimpin yang datang karena begitu padatnya agenda," ujarnya di Manila, Jumat (13/11/2015).
TPP awalnya diinisiasi oleh lima negara, yaitu Brunei, Chili, Selandia Baru dan Singapura dalam bentuk Trans-Pacific Strategic Economic Partnership Agreement (TPSEP) pada 2005.
Berselang tiga tahun, delapan negara lain--yakni AS, Australia, Kanada, Jepang, Malaysia, Meksiko, Peru dan Vietnam-menyatakan bergabung dan secara otomatis memperluas TPSEP menjadi TPP.
Tahun-tahun berikutnya, sejumlah lembaga penelitian menengarai TPP telah 'dibajak' oleh AS dan menjadi salah satu agenda penting bagi Presiden AS Barack Obama demi menangkal pengaruh China yang terus meluas di kawasan.
Dari sisi ekonomi, The Brookings Institution, lembaga think-tank yang disegani di AS, mengeluarkan riset yang menunjukkan, kesepakatan TPP akan mendatangkan keuntungan senilai US$5 miliar pada 2015 dan US$14 miliar pada 2025 bagi AS sebagai dampak dari liberalisasi perdagangan melalui perjanjian TPP.
Adapun, hingga kini belum ada riset menyeluruh mengenai dampak dan keuntungan apabila Indonesia benar-benar masuk secara resmi menjadi anggota TPP.