Bisnis.com, SOLO - Masyarakat Transportasi Indonesia menyarankan pengelola bandara lebih kreatif mencari ladang bisnis baru untuk mendongkrak pendapatan perusahaan seiring dengan penolakan DPR atas penyertaan modal negara.
Ajiph R. Anwar, pengurus Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), mengatakan kreativitas dibutuhkan guna mendulang keuangan dari bisnis non-inti seperti sewa ruang komersial dan konsesi usaha di area bandara.
"Kreativitas dibutuhkan karena pemerintah juga sudah menyerahkan tanggung jawab pengembangan bandara komersial ke BUMN. Tak ada lagi dana negara untuk pembangunan bandara komersial, " katanya di sela-sela kunjungan ke Bandara Adi Soemarmo Solo, Rabu (4/11).
Saat ini, di Indonesia terdapat 26 bandara komersial yang dikelola PT Angkasa Pura (AP) I dan PT AP II.
Dia menambahkan dewan direksi PT AP I dan PT AP II harus membuat rencana bisnis yang matang agar usaha yang dibuat perseroan mendatangkan keuntungan lebih besar ketimbang bunga deposito.
Bila hasil usaha yang dilakukan kedua BUMN bandara itu lebih rendah dari bunga deposito, Ajiph menyatakan kemampuan dewan direksi PT AP I dan AP II dipertanyakan.
"Kalau hasil usahanya dari total nilai aset perusahaan tak lebih dari bunga deposito 6%, ya mundur saja," paparnya.
Ajiph yang juga mantan Atase Perhubungan di Belanda itu menambahkan pihaknya tak setuju dengan rencana pembatasan laba bersih maksimal 15% dari pendapatan perusahaan pengelola bandara.
"Iklim bisnis juga harus ada agar kebebasan perusahaan untuk mencari keuntungan."
Dia menambahkan pihaknya mendukung langkah Kemenhub mewajibkan peningkatan pelayanan kepada penumpang angkutan udara tanpa membatasi perolehan laba BUMN bandara.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan meminta operator bandara mengambil keuntungan bersih maksimal sebanyak 15% dari total pendapatan yang diraih guna meningkatkan pelayanan terhadap para pengguna jasa bandara.
Menhub menilai laba bersih setelah pajak ditambah penyusutan dan amortisasi dari operator bandara seharusnya tidak lebih dari 15% dari pendapatan yang diterima.
“Kalau lebih dari 15%, maka ada pelayanan yang dicuri, baik untuk penumpang atau maskapai. Nanti akan saya terapkan ini, termasuk di laut. Untuk darat, mungkin agak sulit karena spektrumnya sangat lebar,” katanya.
Jonan menilai standar pelayanan yang diberikan operator bandara terhadap para pengguna jasa masih belum baik. Pasalnya, dia mendapatkan laporan jika para maskapai merasa tidak diperlakukan sebagai pelanggan oleh operator bandara.
“Airlines juga kan bayar semestinya bandara memperlakukan semuanya sebagai pelanggan. Kalau ini tidak diperbaiki, akan saya potong airport taxnya, kalau perlu bikin tarifnya sampai Rp10. Jadi tolong perbaiki ini,” tegasnya.