Bisnis.com, DENPASAR—Investasi di luar kawasan Bali Selatan rencananya akan diberikan insentif dan proses perizinannya dipermudah agar investor tertarik menanamkan modalnya, sehingga membantu pemerataan ekonomi Pulau Bali.
Aturan kemudahan tersebut tengah dirancang oleh DPRD Bali dalam bentuk Ranperda Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal yang ditargetkan rampung pada akhir Desember 2015.
Sekretaris Komisi III DPRD Bali I Ketut Kariyasa Adnyana menyatakan bentuk insentif dan kemudahan investasinya dalam proses pembahasan di kalangan legislatif. Usulan yang mengemuka, bentuk insentif berupa keringanan pajak yang kewenangannya berada di daerah, sedangkan kemudahan penanaman modal dalam wujud percepatan proses perizinan dan pemotongan jalur perizinan.
“Selama ini kan investor merasa dipersulit, pungutan pintunya banyak. Itu yang coba kami jembatani, mudah-mudahan aturan ini bisa mengakomodasi,” jelasnya kepada Bisnis, Rabu (4/11/2015).
Menurutnya, beleid ini mendesak dikeluarkan karena terjadi ketimpangan perekonomian antara Bali Selatan yang meliputi Badung, Denpasar dengan daerah lain seperti Bali Barat (Jembrana), Bali Utara (Buleleng), dan Bali Timur (Karangasem).
Mengacu data Badan Penanaman Modal dan Perizinan Daerah (BPMPD) Bali, penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal (PMA) masih lebih banyak di Badung dan Denpasar.
Pada 2014, dari total realisasi investasi di wilayah senilai Rp8,9 triliun, porsi penempatan dana di Badung mencapai Rp2,6 triliun (30%), Denpasar Rp1,2 triliun (13,5%).
Adapun di Karangasem hanya Rp138,5 miliar (1,55%), Buleleng Rp905,5 miliar (10,14%), Jembrana Rp223,6 miliar (2,5), Tabanan Rp161,9 miliar (1,8%), Bangli Rp24,4 miliar (0,27%), Klungkung Rp71,6 miliar (0,8%). Porsi penyebaran seperti ini terjadi hampir setiap tahun.
Alhasil, jumlah penduduk miskin di Bali terbanyak di Karangasem dan Buleleng, sedangkan yang terendah di Denpasar, dan Badung.
Selain itu, PDRB per kapita di Badung mencapai Rp34,88 juta dan Denpasar Rp27,44 juta, sedangkan Bangli hanya Rp14,3 juta, Karangasem Rp14,11 juta, dan Buleleng Rp15,53 juta. Indikator lainnya adalah tingkat indeks pembangunan manusia (IPM) di Buleleng, Bangli, Klungkung, Jembrana kisaran 60,59-69,16, sedangkan Denpasar dan Badung kisaran 75,84-81,66.
Kondisi itu terjadi disebabkan fokus investasi dalam bentuk infrastruktur hingga sarana akomodasi wisata pada saat ini lebih banyak berpusat di Badung dan Denpasar. Padahal, lanjutnya, Bali Utara, Barat, dan Timur juga memiliki potensi sangat bagus untuk menjadi tujuan investasi.
“Ini [aturan kemudahan dan insentif] memang dari dulu dibutuhkan, dulu pernah ada moratorium hotel di Selatan, tetapi kan dasar hukumnya lemah sehingga pembangunan hotel bintang dan melati terus bertambah serta bersaing tidak sehat,” jelasnya.
Dengan keluarnya aturan ini, diharapkan investor ada kepastian hukum sehingga memiliki jaminan untuk berinvestasi di daerah selain Bali selatan. Lebih lanjut dijelaskan investasi memiliki pengaruh penting terhadap PDRB Bali, di mana semakin tinggi penanaman modal asing dan dalam negeri akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu, Gubernur Bali Made Mangku Pastika menyatakan rancangan tersebut harus disesuaikan dengan undang-undang dan aturan hukum yang berlaku. Lebih lanjut dijelaskan untuk insentif pajak diakuinya cukup berat, karena harus berkoordinasi dengan pusat terlebih dulu.
Namun, pada prinsipnya Pastika sepakat investor yang akan masuk Bali harus diarahkan ke kawasan selain Denpasar, Kuta, dan Nusa Dua, seperti utara, timur, dan barat. Menurutnya, pemerataan investasi merupakan salah satu jalan terbaik mewujudkan pemerataan perekonomian wilayah.