Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas fiskal mengklaim tidak akan terjadi pemangkasan belanja menyusul adanya proyeksi pelebaran shortfall selisih antara realisasi dan target penerimaan pajak hingga Rp140 triliun.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengungkapkan efisiensi belanja tiap kementerian/lembaga (K/L) akan terjadi secara alamiah karena penyerapan belanja tidak akan 100% dari pagu. Kondisi ini membuat pemerintah menilai keberlanjutan APBNP 2015 masih aman.
"Ini sudah terjadi dengan sendirinya. Belanja mungkin sekitar 5% - 6% yang tidak terserap," ujarnya ketika ditemui seusai rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin (19/10/2015).
Menurutnya, mulai sekarang hingga akhir tahun ini, pemerintah tidak akan melakukan pengalihan belanja yang tidak perlu. Mantan Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal ini menegaskan bagi alokasi belanja yang memang tidak bisa dieksekusi hingga akhir tahun tidak akan dialihkan ke kebutuhan belanja lain.
Belanja negara per akhir Agustus baru mencapai Rp1.054,2 triliun, hanya naik tipis dari realisasi tahun lalu Rp1.049,2 triliun. Angka tersebut juga menunjukkan 53,1% dari pagu dalam APBNP 2015 senilai Rp1.984,1 triliun.
Dari jumlah tersebut, belanja pemerintah pusat tercatat Rp621,3 triliun lebih rendah dibandingkan realisasi tahun lalu Rp683,9 triliun. Di sisi lain, transfer ke daerah dan dana desa mencapai Rp432,9 triliun atau lebih tinggi dari posisi capaian tahun lalu Rp365,3 triliun.
Atas pelebaran shortfall penerimaan pajak tersebut, Bambang mengatakan toleransi defisit juga melebar lagi di atas 2,23% terhadap produk domestik bruto (PDB). Namun, pihaknya menjamin defisit masih akan terkendali di bawah 2,5% terhadap PDB.
Untuk membiayai toleransi pelebaran defisit, sambungnya, pemerintah akan menarik pinjaman baik bilateral dan multilateral yang diyakini memiliki risiko rendah. Seperti diketahui, sebelumnya pemerintah mengaku bersiap melakukan penarikan pinjaman bilateral dan multilateral senilai US$5 miliar untuk membiayai pelebaran defisit anggaran 2015 dan menjaga kecukupan cadangan devisa.
Sebelumnya, Schneider Siahaan, Direktur Strategis dan Portofolio Utang Direktorat Jendral Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, mengungkapkan langkah ini adalah bagian dari strategi pemerintah untuk menahan suplai Surat Berharga Negara (SBN) domestik karena situasi yang masih buram.
"Kami akan tarik (pinjaman) dari World Bank US$2 miliar dari komitmen baru. Asian Development Bank (ADB) bisa dikontak dan siap menyediakan US$750 juta-US$1 miliar, lalu pinjaman program lainnya sekitar US$ 1,2 miliar," katanya.
Adapun sisanya, kata Schneider, akan tetap menggunakan SBN, namun dilakukan dengan cara penempatan terbatas (private placement) dari investor asing, yang ditargetkan mampu mencapai US$1 miliar.
Dirjen Anggaran Askolani mengatakan pengematan juga bisa dilakukan hingga akhir tahun salah satu caranya dengan pengehamatan lelang dan efisiensi belanja yang belum optimal. Dengan realisasi belanja K/L hingga posisi saat ini, lanjutnya, sudah bisa dipastikan realisasi penyerapan belanja jauh dari 100%.